Kalau mau membuka mata hati, ternyata rumput sendiri jauh lebih hijau
Pepatah sepele yang sering kita dengar bukan? Tapi cobalah sesekali renungkan mengapa rumput tetangga �tampak� lebih hijau? Mengapa milik orang lain, hasil karya orang lain sepertinya lebih indah? Lebih menggoda? Lebih baik? Lebih cantik? Lebih tampan?
Kemaren aku ngintip rumput di halaman tetangga sebelah. Wuih, benar lho memang hijau dan rapi! Kupandangi terus dan kubandingkan dengan rumputku. Ih, rumputku tampak sedikit berantakan, beberapa helainya kering, bahkan beberapa diantaranya nampak akarnya yang tercerabut. Lalu kutoleh lagi rumput tetangga. Mengapa nampak segar ya? Tak tampak sedikitpun helai yang layu atau kering. Ah, aku penasaran lalu kudekati pagar pendek itu. Kupelototi lagi rumput yang tampak hijau dan segar itu. Owh, ternyata oh ternyata�. ketika kulihat dari dekat gak sehijau nampaknya! Lihatlah di ujung sebelah sana, helai layu yang rupanya tertutup pot mawar. Lalu sebelah situ, kering tak tersentuh air, rupanya tersembunyi di balik batu hias warna-warni. Dan lihatlah sebelah sini, duh tampak rumput sakit yang tinggal menunggu ajal berlindung di balik akar rumpun bambu cina.
Tapi mengapa semua kelemahan itu tak nampak jika kulihat dari halamanku ini?
Mengapa rumputku yang setiap hari kupandangi kelihatan lebih jelek?
Sobat, aku mencoba mencari jawabnya dan rupanya kutemukan. Rumputku tersayang ini kupandangi setiap hari, kadang kusiram dan kusiangi. Aku begitu dekat dan menyatu dengan rumputku ini. Karenanya aku tau bila helainya mulai layu, pucuknya rebah karena terinjak, akarnya tercerabut karena ulah tikus, rumpunnya mulai kering dan mati untuk memberi kesempatan tunas-tunas mudanya. Semua proses kehidupan rumputku aku tau. Kadang aku begitu putus asa melihat keringnya, namun di lain waktu begitu terhibur menanti tunasnya bertumbuh, atau aku begitu marah melihat kerasnya dia bertahan di tempat yang tak seharusnya.
Sementara rumput tetangga hanya bisa kupandangi dari jauh, kukagumi hijaunya, kupuji segarnya tanpa bisa menyentuhnya atau bahkan sekedar melihatnya dari dekat.
Sobat, bolehkah kuumpamakan rumputku adalah istriku dan rumput tetangga adalah perempuan lain yang kebetulan lewat namun begitu indahnya? Dulu begitu segar dan cantiknya istriku, menurut dan pendiam. Namun lihatlah setelah dua puluh tahun hidup bersamanya! Ugh, kemana hijaunya? Segarnya? Istriku berubah menjadi perempuan cerewet dan lihatlah gumpalan lemak di seluruh tubuhnya seperti tumor yang menempel tak senonoh! Dan ah, kerut merut itu begitu menyeramkan muncul di seluruh wajahnya. Sementara di luar sana perempuan-perempuan itu begitu segar, cantik, muda dan menggairahkan. Salahkah bila aku mengagumi mereka? Pemandangan segar yang menghibur. Rasanya tak apa, karena ketika aku pulang akan kudapati lagi monster yang tak hentinya mengeluh itu.
Sekarang Sobat, supaya tampak adil akan kuumpamakan rumputku adalah suamiku dan rumput tetangga adalah pria tampan yang tadi kutemui di jalan. Dulu begitu gagah dan tampan suamiku. Penuh pengertian dan pandai merayu. Pujian manis selalu keluar dari mulutnya, belaian sayang tak pernah ketinggalan. Namun lihatlah setelah dua puluh tahun hidup bersamanya. Ugh, dalam setahun belum tentu dia memujiku. Bahkan dia telah melupakan hari ulang tahun perkimpoian kami. Suamiku berubah menjadi lelaki yang tak betah di rumah, ada saja meeting dan dead line tak jelas. Lihatlah pinggang dan perutnya oh, seperti dibelit anaconda tampaknya. Itu bukan masalah bagiku sebenarnya. Temperamennya yang berubah-ubah sungguh menyedihkan hatiku. Sementara lihatlah pria tampan itu, oh sungguh mesra menggandeng istrinya. Sabar raut wajahnya dan begitu penyayang nampaknya. Salahkah bila aku memujinya? Rasanya tak apa, karena ketika aku pulang akan kudapati lagi naga yang tak hentinya menyemburkan api dari mulutnya.
Pahamkah kau Sobat, akan maksudku? Pasangan kita, atau rumah kita, atau barang kita adalah milik kita yang kita tau semua kelemahan dan kelebihannya. Mungkin pula kau dihinggapi rasa bosan pada rumputmu karena begitu rutinnya kau melihatnya. Sehingga kadang kau tak sadar bila dia ada atau tak ada. Kehadirannya sudah seperti baju seragam saja. Begitu otomatis kau memakainya dan melepasnya tanpa perlu lagi kau pandangi robek atau tidak. Tiap hari kita menghadapi rumput kita, jujur karena begitu terbiasanya kadang kita lupa menyiraminya, merawatnya dan menyianginya. Sementara rumput tetangga hanya kita lihat keindahannya dari permukaan saja tanpa kita tau akarnya bahkan helainya. Hanya keindahannya yang tampak di pelupuk mata kita sementara kekurangannya mana kita tau? Tak setiap saat kita bisa memandangi rumput itu. Bahkan tak diijinkan kita menyiangi dan menyiraminya. Darimana kita tau akarnya sehat atau helainya kuat?
Kalo kau tak percaya, cobalah kau curi sedikit rumput tetanggamu. Lalu lihatlah dua puluh tahun atau mungkin lima tahun sajalah. Rumput barumu akan menjadi rutinitasmu dan akan terulang lagi kebosananmu, akan kau pelihara lagi monster atau naga lain di hidupmu. Lalu, akan kau carikah rumput lain lagi?
So, daripada kau mengagumi rumput tetangga yang bukan milikmu atau tak henti-hentinya mengoleksi rumput-rumput hijau lainnya, lebih baik kau urus rumputmu yang telah kau miliki. Siramilah dengan air cinta, pupuklah dengan kasih sayang, siangilah dengan perhatian. Buang gengsimu dan simpan marahmu lalu belailah rumputmu dengan penuh perasaan. Maka hijau yang sempat layu dan helai yang sempat mengering itu akan kembali segar. Mungkin butuh waktu untuk mengembalikan hijaunya. Bersabarlah dan rendahkanlah hatimu, perhatian dan cinta akan selalu berhasil.
Setelah itu kau bisa berteriak hingga seluruh dunia mendengar bahwa rumputmu jauuuuuh lebih hijau dari rumput tetangga. Buktikan, Sobat. Kau akan melihat hasilnya.
Sumber: kaskus id Whiteant
Baca Selengkapnya...