Orang bisa memilih bagian Bumi mana saja yang akan dihancurkan dan seberapa besar efek kerusakan. Bahkan, bisa memilih caranya. Tsunami? Gempa Bumi?. Menurut Profesor Jay Melosh, ilmuwan bumi dan atmosfer di Purdue University, teknologi menyangkut kerusakan planet itu bahkan balita pun bisa memanfaatkannya.
Sebenarnya, teknologi yang dibuat Melosh adalah simulasi yang mudah digunakan. Media ini memaparkan berbagai asteroid yang potensial bisa menghancurkan Bumi. Dengan memilih karakteristik batuan kosmik seperti ukuran, kecepatan, kepadatan sudut pendekatan dan sebagainya, maka akan diketahui kerusakan yang dihasilkan dari tabrakan materi luar angkasa itu ke Bumi.
Situs itu selain membantu guru memberikan informasi soal fisika dan sejarah tabrakan asteroid ke murid, juga membantu ilmuwan NASA dan Departemen Pertahanan AS mempelajari skenario terburuk tabrakan asteroid ke Bumi.
Sistem tata surya sendiri selalu menjadi ajang pamer tabrakan materi mengingat banyaknya debu dan batuan luar angkasa. Sekitar 100 ton debu dari komet dan asteroid menabrak Bumi setiap hari. Ini termasuk batuan sebesar mobil, meskipun pecah di atmosfer sebelum benar-benar mencapai tanah. Namun, setiap 100 tahun, materi besar mendekati bumi.
Misalnya pada 30 Juni 1908, sebuah asteroid yang diperkirakan berdiameter 37 meter, jatuh di atas Sungai Tunguska, Siberia. Ini menciptakan ledakan setinggi 8.500 meter dan setara dengan 185 energi atom yang menghancurkan Hiroshima. Selain itu, Kawah Barringer sangat luas di Padang Arizona, kemungkinan disebabkan asteroid berdiameter 50 meter yang menabrak bumi 50 ribu tahun lalu. Dinosaurus diperkirakan musnah akibat asteroid selebar 14 kilometer yang menabrak Bumi 65 juta tahun lalu.
Sejak 1995, Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA menganggap serangan asteroid sebagai hal paling serius. Mereka melacak asteroid yang berada di dekat bumi dengan bantuan Palomar Observatory di California Institute. Meskipun JPL mengirim banyak peringatan, tapi bahaya asteroid tetap saja ada.
April lalu misalnya, sebuah asteroid yang bernama 2010 GA6 berada di dekat bumi dengan jarak 270 ribu mil. Ini hanya sedikit lebih jauh 30 ribu dibandingkan jarak bulan. Tiga bulan sebelumnya, objek lain bahkan berada di jarak 76 ribu mil.
Program menjaga Bumi tidak hanya dilakukan Departemen Pertahanan AS dan NASA, tetapi juga Angkatan Udara AS, United State Geological Survey (USGS) dan pemerintah negara lain. Mereka menciptakan skenario pascabenana dan mengeksplorasi teknologi yang mampu melacak kedatangan asteroid. Metode itu termasuk penggunaan pesawat luar angkasa tidak berawak.
Studi menggunakan media web lebih cepat, meskipun kurang akademis dalam mempublikasikan dampak asteroid. Asteroid dapat menyebabkan faktor tak terduga seperti dampak kiloton energi, radius puing-puing asteroid dan lainnya.
Padahal, kalkulasi ini sangat penting untuk menentukan potensi dampak bencana, ujar John Spray, direktur pusat ilmu planet dan luar angkasa di University of New Brunswick, Kanada. Namun, simulasi ini bernilai positif karena banyak digunakan instansi pemerintah dan kelompok ilmiah untuk meneliti peristiwa luar angkasa.
Sumber : http://teknologi.inilah.com/read/detail/972392/ingin-tahu-kiamat-akibat-asteroid