Wacana agar mendorong Bahasa Indonesia menjadi Bahasa ASEAN kembali mengemuka dalam perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara itu tahun ini.
Melalui sejumlah wawancara terpisah di beberapa tempat, Jumat, ANTARA menanyakan tentang harapan masyarakat dalam momentum keketuaan ASEAN Indonesia tahun ini, terutama tentang perwujudan semboyan “satu visi, satu identitas dan satu komunitas”.
“Indonesia kan sedang menjadi Ketua ASEAN tahun ini, makanya harus bisa memanfaatkan momentum tersebut untuk mengusung Bahasa Indonesia menjadi Bahasa ASEAN,” kata seorang pensiunan pegawai negeri sipil, Mahmud Rustam (62), ketika diwawancarai oleh ANTARA, Jumat.
Mahmud mengakui akan adanya kendala dalam menerapkan Bahasa Indonesia sebagai identitas ASEAN itu, karena perbedaan latar belakang sosial dan budaya masyarakat ASEAN, namun hal itu tetap harus diupayakan untuk mewujudkan hubungan antarmasyarakat ASEAN setelah terbentuknya Komunitas ASEAN 2015.
Mahmud yang mengaku belum pernah mendengar konsep Komunitas ASEAN 2015 itu berharap kelompok regional Asia Tenggara itu akan lebih mengutamakan kerja sama ekonomi daripada dua pilar lainnya, sosial budaya serta politik, pertahanan dan keamanan.
“Saat ini yang terpenting adalah menyejahterakan rakyat melalui ekonomi yang kuat, keamanan dan sosial itu bisa menyusul,” kata Mahmud.
Senada dengan harapan itu, seorang pegawai negeri sipil yang bekerja di Jakarta, Yuwono Ario (24), mengatakan Bahasa Indonesia dapat digunakan sebagai bahasa ASEAN karena digunakan oleh lebih dari sepertiga penduduk ASEAN.
“Kalau dilihat dari jumlah populasinya, Indonesia kan populasinya lebih dari sepertiga total populasi negara-negara ASEAN,” kata Yuwono ketika dijumpai usai bekerja, Jumat.
Yuwono menyarankan ASEAN harus menggeser peran ke arah ekonomi, sehingga mampu menghadapi geliat raksasa ekonomi China yang melakukan penetrasi secara besar-besaran, terutama ke wilayah Asia Tenggara.
“Sebaiknya peran ASEAN bergeser ke arah ekonomi, bersatu untuk menghadapi gempuran dari China dan melakukan pemerataan kesejahteraan terhadap seluruh negara anggotanya,” kata Yuwono.
Seorang karyawati perusahaan swasta di Jakarta, Dinda Saraswati (29), juga setuju jika Bahasa Indonesia menjadi bahasa ASEAN, karena akan menambah kebanggaan tersendiri bagi rakyat Indonesia.
“Mungkin dengan Bahasa Indonesia menjadi bahasa ASEAN, warga negaranya bisa lebih menghargai Bahasa Indonesia, dan kita jadi bangga menggunakan bahasa yang dipakai di seluruh ASEAN,” katanya.
Dinda juga mengemukakan pendapatnya tentang perlunya menciptakan satu mata uang bersama bagi negara ASEAN, sehingga setiap negara memiliki standar yang sama.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Marzuki Alie, sempat mengusulkan agar Bahasa Indonesia dijadikan salah satu bahasa resmi yang digunakan dalam pertemuan-pertemuan negara ASEAN dalam sesi pleno pertama Sidang Umum ke-31 ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) di Hanoi, Vietnam, 21 September 2010.
“Penggunaan Bahasa Indonesia akan membuka kesempatan kepada bahasa lain untuk menjadi bahasa kerja dalam AIPA,” kata Marzuki pada saat itu.
Usul mengenai penggunaan Bahasa Indonesia dalam sidang-sidang AIPA telah mengemuka sejak awal kedatangan Delegasi DPR RI ke Hanoi, Vietnam.
Pada 20 September lalu, dalam pertemuan Komite Eksekutif AIPA, Indonesia telah menyampaikan usulannya untuk mengamandemen statuta AIPA agar Bahasa Indonesia masuk dalam bahasa kerja AIPA selain Bahasa Inggris.
Namun, seorang mahasiswa S2 salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung, Arisman Muhammad (24), cenderung melihat tidak adanya sebuah identitas yang dapat menunjang integritas, termasuk satu bahasa tunggal, karena budaya negara anggota ASEAN memiliki karaktistik yang unik.
“Secara ekonomi, Malaysia dan Singapura jauh lebih unggul, serta dari segi pandangan politik, ada negara yang memiliki perbedaan dengan yang lainnya, sehingga identitas tunggal akan sulit tercapai,” katanya.
Pada sejarahnya, Indonesia sendiri menetapkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional guna mempersatukan beraneka bahasa yang berasal dari beragam suku bangsa di seluruh tanah air.
Menurut seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Indonesia, Andri Hadi, saat ini ada 45 negara yang mengajarkan Bahasa Indonesia, di antaranya Australia, Amerika, Kanada, dan Vietnam.
Mengambil contoh Australia, pejabat itu menjelaskan, bahkan di Australia Bahasa Indonesia menjadi bahasa populer keempat.
“Ada sekitar 500 sekolah mengajarkan Bahasa Indonesia, sehingga anak-anak kelas enam Sekolah Dasar sudah ada yang bisa berbahasa Indonesia,” kata Andri beberapa waktu lalu.
Sementara di Vietnam, Pemerintah Daerah Ho Chi Minh City, telah mengumumkan Bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua secara resmi pada bulan Desember 2007, kata seorang diplomat Indonesia.
“Bahasa Indonesia sejajar dengan Bahasa Inggris, Prancis dan Jepang sebagai bahasa kedua yang diprioritaskan,” kata Konsul Jenderal RI di Ho Chi Minh City untuk periode 2007-2008, Irdamis Ahmad beberapa waktu setelah peresmian itu.
Vietnam sendiri merupakan anggota ASEAN pertama yang menetapkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kedua di negaranya.
Momentum Indonesia sebagai Ketua ASEAN terbukti menyimpan harapan sebagian masyarakat agar dapat mendorong penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa ASEAN.
Layakkah Bahasa Indonesia menjadi Bahasa ASEAN?