Selamat Pagi Sahabat DJ Site Semua,
Ocre tanpa basa-basi lagi, seperti judulnya, kali ini saya memang ingin sedikit membicarakan “konflik berdarah” yang beberapa hari lalu terjadi di Papua, konflik yang bahkan sampai hari ini masih dapat kita dengar, baca dan lihat melalui media-media berita, baik itu surat kabar, TV maupun portal-portal berita Online.
Agak sedih sebenernya ketika saya harus kembali disuguhkan Konflik “Real Time” layaknya film Colosal, yang tanpa perlu diberikan efek apapun sudah membuat mata ini ingin segera menoleh tanpa mau melihatnya lagi. Konflik yang bukan baru 1 atau 2 kali terjadi, namun sudah berulang kali terjadi tanpa pernah menemukan titik temu dan kata “Damai”, yupz, bukan Rakyat Papua memang yang ingin mencari masalah, tapi pemerintah lah yang memaksa mereka menjadi pelaku dalam masalah kesenjangan yang diciptakan pemimpin negri ini. Seenggaknya itu yang dapat saya lihat secara Subjektif, salahkah? Silahkan klo anda menilai pemikiran saya salah...
---
Dengan bodohnya, saya tetap ingin mengatakan bahwa saya gak pernah sedikit pun meragukan pemerintah dalam setiap kebijakannya, bahkan klo pun pemerintah ingin mengatakan lewat media bahwa mereka mengucurkan dana senilai Rp. 28,8 Triliun untuk Otonomi Khusus Papua pun, lagi-lagi dengan bodohnya saya tetep akan mempercayai hal itu, sekalipun secara sadar harus saya akui bahwa saya memang tidak pernah melihat perubahan apapun pada taraf hidup masyarakat Papua, seenggaknya itu yang bisa saya lihat dari mata orang-orang papua yang saya saksikan di TV.
Mata penuh keramahan yang terkadang terpaksa meluapkan amarah karena di negrinya sendiri mereka tidak pernah sekalipun dianggap, ya sekalipun memang banyak media yang dengan semangat mengatakan bahwa Papua adalah “tanah surga Indonesia”. Tanah Surga yang kekayaan alamnya dikeruk oleh pihak asing tanpa pernah sedikitpun diperdulikan oleh negri dimana ia berjejak, bahkan terkadang saya dapat dengan jelas melihat “Kaki Kekar Cendrawasih” yang justru harus bergelayutan diranting pohon sebagai pilihan terakhirnya untuk dapat merasakan kemerdekaan, yupz kemerdekaan, seenggaknya bagi dirinya sendiri, yang selama ini tidak pernah mengecap nikmatnya merdeka bersama “Sang Garuda”.
---
Sedih rasanya ketika mata ini harus kembali menyaksikan Bumi Cendrawasih bergejolak, bertikai, berkonflik atau apapun namanya yang pada akhirnya hanya menambah deret kesengsaraan yang selama ini telah mereka kecap. Konflik yang amat sangat disayangkan harus kembali terjadi hanya karena masalah Politik. Yupz, politik, sebuah dunia yang lebih suka saya sebut dengan ungkapan dunia penuh kebohongan, yang ada baiknya gak perlu dikenal sama orang awam kaya saya dan anda. Seenggaknya jika anda masih ingin merasakan nikmatnya merdeka di negri yang “belum seutuhnya merdeka ini“.
Ramai diberitakan oleh Media, bahwa Papua kembali bergejolak karena masalah pemilukada, pemilukada pertama pasca pemekaran daerah Ilaga dari Puncak jaya *klo saya nggak salah. Pemilukada yang bahkan masih saya pertanyakan, untuk apa dan untuk siapa? Untuk apa diadakan? Untuk apa dimekarkan? Dan untuk siapa digelar? Pertanyaan yang hingga saat ini belum terjawab. Yang pasti, buat saya pribadi pemilukada ini terlihat diadakan tanpa keinginan Rakyat Papua sendiri. Karena terlalu polos mungkin pengetahuan mereka hanya untuk mengurusi masalah politik yang selama ini hanya menjadi mainan petinggi negri ini.
Permainan yang sayangnya tidak pernah berujung pada “kemenangan” Rakyat Papua, melainkan selalu berujung pada pertikaian berdarah, akibat dinegrinya sendiri mereka selalu merasa dicurangi :(
---
Hanya suhu tubuh lebih rendah yang mengiringi saya, meratapi kematian 19 saudara kita dari Bumi Cendrawasih itu, kematian yang sebenernya nggak perlu terjadi jika ada satu saja bukti yang dapat diberikan pemerintah, bahwa mereka masih memperhatikan Papua. Ya sekalipun mungkin bukti itu masih dalam batas khayalan saya dan mungkin juga anda dan mereka :)
---
Belum selesai ratapan kita atas kematian 19 Saudara kita, 4 orang kembali dikabarkan tertembak di Nafiri, kabar yang sontak saja membangkitkan amarah rakyat Papua, hingga akhirnya mereka kembali mengangkat papan-papan kayu bertuliskan “Referendum”. Kata yang tidak pernah ingin saya dengar di Negri yang katanya telah merdeka ini.
Dan apa yang dapat dilakukan pemerintah? Sayang hanya ratapan palsu yang dapat mereka tunjukkan melalui liputan awak media. Ratapan yang sebenernya gak perlu mereka umbar jika hanya sekedar ratapan tanpa sebuah bukti tindakan nyata untuk menyejahterakan Bumi Cendrawasih yang katanya “tanah surga” kita itu.
Yah, I Know, susah memang mengharapkan uluran tangan pemerintah yang masih buta karena singgasana emasnya itu, apalagi hanya untuk memberikan setitik embun di bumi papua, mungkin itu yang mereka pikirkan.
---
Haha… dengan bodohnya saya hanya dapat tertawa dalam sebuah ratapan yang berujung pada sebuah pertanyaan singkat, Kapan Papuaku Merdeka di Negrinya Sendiri?
Adakah diantara anda yang dapat memberikan jawaban atas pertanyaan diatas? Ataukah memang pertanyaan itu terlalu mahal untuk mendapatkan sebuah jawaban dari penunggang “Sang Garuda”? entahlah... saya memang hanya orang serabutan yang Cuma dapat melantunkan doa untuk perdamaian dan kesejahteraan Papua (Sebuah Tanah yang untuk selamanya adalah bagian dari NKRI).
Buat Sahabat DJ Site Semua, Happy Blogging ‘n Have a Nice Weekend... :)
Via Mobile