ASAL MULA HIZBULLAH

Berdirinya organisasi Hizbullah tidak terlepas dari paham Syi’ah, yang berkiblat ke Madrasah Ad-diniyah Najaf dan partai dakwah Islam yang diketuai oleh Muhammad Baqir As-Sadr di Irak. Lembaga ini telah mencetak generasi-generasi militan Syi’ah di Lebanon. Satu diantaranya adalah Musa As-Sadr, pendiri Harakah AMAL (Batalyon Perlawanan Lebanon) yang saat ini dipimpin oleh Nabih Berre yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Lebanon.

Ketika kancah perpolitikan Lebanon mulai nampak keruh pada tahun 1978, As-shadr tiba-tiba menghilang dari kancah perpolitikan. Bersamaan dengan itu muncullah nama Muhammad Husain Fadlullah sebagai figur di dunia pendidikan dan politik, yang secara tidak langsung memengaruhi kondisi perpolitikan di Lebanon. Namanya kian mencuat seiring dengan berdirinya Hizbullah. Bahkan ia sempat dinobatkan sebagai pimpinan spiritual Hizbullah. Akan tetapi ia menolaknya. Namun tak seorangpun memungkiri kiprah Fadlullah dalam memajukan Hizbullah, baik dalam bidang politik maupun militer.

Para Petinggi Partai

Hizbullah tidak menerapkan sistem kepemimpinan yang jelas hingga tahun 1989. Kebijakan-kebijakan yang diambil biasanya dilakukan dengan cara mufakat. Pemilihan pimpinan tertinggi pertama baru digelar pada tahun 1989, dan terpilihlah Shubhi Thufaili, sebagai pimpinan Hizbullah untuk masa jabatan 1989-1991.

Kemudian, terpilihlah Syekh Abbas Al Musawi, yang masa jabatannya tak lebih dari sembilan bulan. Setelah Abbas Al Musawi, diangkatlah Hasan Nashrullah sebagai ketua Hizbullah sejak tahun 1992 hingga sekarang.


Aktivitas Hizbullah lebih dominan dilakukan di daerah yang mayoritas berpenduduk Syi’ah, seperti pinggiran kota selatan Beirut, daerah lembah Bekaa dan wilayah Selatan Lebanon. Dukungan juga datang dari penduduk sekitar tiga kawasan tersebut. Pada umumnya yayasan Hizbullah merupakan perpanjangan tangan dari yayasan “Um” di Iran. Kegiatannya berkonsentrasi dalam bidang sosial kemasyarakatan, dan salah satunya adalah memdirikan Channel Televisi Al Manar


Berdasarkan pernyatan sikap Hizbullah, pada tanggal 16 Februari 1985, ditegaskan bahwa, “Hizbullah akan mematuhi perintah pemimpin yang bijaksana dan menjunjung tinggi keadilan dalam bentuk Wilayatul Faqih dibawah pimpinan Ruhullah Ayatullah Al Khomaini, sang pencetus lahirnya Revousi Islam dan pelopor kebangkitan Islam”.

Para petinggi Hizbullah menyatakan bahwa hubungan kelompoknya dengan Iran berawal dari pemahaman yang sama, yaitu aliran Syi’ah. Mereka menjadikan para pemimpin Syi’ah di Iran sebagai rujukan dalam masalah agama dan politik. Namun setelah wafatnya Ayyatullah Khomeini, muncul banyak pendapat yang menolak sistem kepemimpinan ala Khomeini. Hal ini membuka kesempatan untuk berdiskusi lebih tajam dalam mengambil setiap kebijakan. Sekalipun demikian, Hizbullah tetap menjadikan Iran sebagai kiblat politik dan budaya. Maka wajar apabila Hizbullah lalu mendapatkan sokongan materi dari Iran, disamping bantuan lain yang didapat dari iuran anggota.


Hizbullah ikut terlibat dalam perang saudara di Lebanon, bahkan ia berhasil menguasai kamp militer di tepi selatan kota Beirut. Akan tetapi para petinggi Hizbullah mengatakan bahwa, peran militernya dalam peperangan yang berlangsung, semata-mata bukan untuk kepentingan internal Hizbullah.

Di tahun 1988, Hizbullah pernah berseteru dengan Gerakan AMAL Syi’ah, yang menewaskan puluhan korban dari kedua belah pihak. Peristiwa ini memberi pengaruh buruk terhadap kondisi politik dan sosial masyarakat Syiah di Lebanon, dan hampir menyebabkan terjadinya perpecahan di dalam kubu Syi’ah. Namun kedua kubu tersebut tetap berupaya meredakan peperangan ini dan beusaha membina hubungan baik. Pemandangan semacam ini merupakan hal yang wajar terjadi dalam pemilu di Lebanon pasca-perjanjian Thaif.


Hizbullah bukanlah Lebanon. Posisinya mungkin hampir sama persis dengan para pendukung dan pengusung Syiah di semua negara. Walaupun selalu mengobar-ngobarkan semangat peperangan terhadap Israel di media, namun catatan sejarah menunjukkan bahwa Hizbullah tidak pernah bentrok secara langsung dengan Israel. Bahkan ketika tragedi Gaza meletus tahun 2009 yang menewaskan sekitar 1500 orang Palestina, Hizbullah menyatakan bahwa mereka tidak ada kaitannya sama sekali dengan Hamas atau Gaza.

Walaupun disebut-sebut sebagai organisasi teroris, sampai sekarang, Hizbullah tetap aktif dan berkembang secara tentram dan damai di Lebanon.

Arsip Blog