Dua peristiwa yang hampir sama terjadi dalam waktu kurang dari seminggu di dua negara yang terletak tak terlalu jauh, tetapi memicu reaksi dunia yang sangat berbeda.
Korea Utara (Korut) meluncurkan roket Unha-3 (Galaksi-3), Jumat (13/4/2012). Secara resmi, pemerintah negara komunis tersebut mengatakan roket itu akan meluncurkan satelit sipil ke orbit.
Peluncuran itu memicu banjir kecaman dari seluruh dunia walau roket, yang diduga sebagai rudal jarak jauh terbaru Korut, itu meledak tak sampai tiga menit setelah meluncur. AS membatalkan rencana pengiriman bantuan pangan, sementara DK PBB mengancam akan memberikan sanksi baru.
India, jauh sebelum peluncuran rudal Agni V, Kamis (19/4/2012), terang-terangan menyatakan akan menguji coba rudal balistik baru, yang bisa membawa hulu ledak nuklir seberat satu ton lebih dan mampu menjangkau seluruh kota besar China.
Namun, tak satu pun kalimat protes muncul dari seluruh dunia. Bahkan, China dan Pakistan—musuh bebuyutan India—tak berkomentar banyak soal uji coba Agni V yang sukses.
Apa beda India dan Korut sehingga memunculkan reaksi yang sangat jauh berbeda?
”Yang jadi masalah bukan tombaknya, tetapi siapa yang memegang tombak. Korut adalah bangsa yang sering dikecam. Negara paria yang dikenal suka melanggar perjanjian nuklir. (Sementara) India muncul sebagai negara yang cukup bertanggung jawab,” tutur Rahul Bedi, pengamat pertahanan di India.
Perbedaan kontras
Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney menyatakan, ada perbedaan kontras antara India dan Korut. Korut, lanjut Carney, sedang terkena berbagai sanksi dari DK PBB, sementara India tidak.
Menurut Bedi, India tak pernah menandatangani Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT) sejak awal sehingga mereka tak pernah melanggar aturan internasional itu. Korut telah meratifikasi NPT pada 1985, sebelum mengundurkan diri pada 2003.
India sempat mendapat sanksi dari AS setelah melakukan uji peledakan nuklir pertamanya pada 1974. Namun, AS telah mencabut sanksi itu beberapa tahun lalu.
AS bahkan meratifikasi perjanjian perdagangan nuklir untuk keperluan sipil dengan India pada 2008.
Salah satu alasan AS menerima India karena negara itu tak pernah memberikan senjata dan teknologi senjata nuklirnya ke negara lain. Sementara Korut mendapat sanksi PBB karena diduga telah menjual teknologi senjata nuklir dan rudalnya kepada negara-negara lain, seperti Iran dan Suriah.
Para pejabat India menegaskan, rudal Agni V tak dimaksudkan untuk menyerang negara tertentu. Mereka menegaskan, India menerapkan kebijakan tak akan lebih dulu menyerang dengan senjata nuklir (no-first-use policy) dan arsenal nuklir itu hanya berfungsi sebagai kekuatan penggentar saja.
C Uday Baskhar, mantan Kepala Institute for Defence Studies and Analyses di New Delhi, mengatakan, dunia tak perlu khawatir dengan kebangkitan India. ”India adalah kekuatan yang berkontribusi terhadap stabilitas global, jadi memperkuat profil India adalah sesuatu yang bagus,” tutur Baskhar.
Meski demikian, Carney mengingatkan semua negara kekuatan nuklir agar bisa menahan diri dalam mengembangkan kemampuan nuklir dan rudal agar tak mengganggu stabilitas kawasan.