Pembukaan Kota Yogyakarta semakin mengukuhkan namanya menjadi tempat yang paling penting di Negara Kesatuan Republik Indonesia, setelah sempat menjadi Ibukota Indonesia pada masa Penjajahan dulu. Kota yang terkenal dengan sebutan Kota Pendidikan ini, ternyata menyimpan banyak sekali tempat-tempat wisata yang sangat menarik. Mari kita lihat tempat - tempat wisata tersebut tempo doeloe |
Quote:
Tugu Yogya Spoiler for Tugu Yogya Tahun 1928: Quote: Tugu Yogya yang terletak di tengah jalan utama di kota Yogyakarta: Lurus ke selatan menuju pagelaran Kraton. Artinya, letak Tugu , memang persis ada di tengah-tengah jalan, dari arah utara menuju kawasan malioboro. Disekitar kawasan tugu ini telah banyak perubahan. Misalnya, di dekat bangunan tugu ini telah ada bangunan rumah makan "Pizzahut". Melihat tugu yang tertera dalam foto ini, yaitu tahun 1928 dan melihat tugu pada tahun 2002 ini, dengan segera orang akan melihat adanya perubahan,. Setidaknya pada sekitarnya, bukan pada bangunan tugunya, meskipun tugunya juga telah mengalami perubahan. Sesungguhnya melihat tugu tidak bisa dipisahkan dari bangunan Kraton, karena Tugu dianggap sebagai "titik pandang" dari Kraton, terutama darii Sitihinggil lurus menuju Tugu dan gunung Merapi. Itulah Tugu, yang acap dianggap sebagai salah satu simbol Yogyakarta. |
|
Quote:
Alun-Alun Utara dan Pagelaran Kraton Spoiler for Alun-Alun Utara dan Pagelaran Kraton tahun 1980-an: Quote: Alun-alun utara dan pagelaran Kraton Ngayogyakarta yang letaknya di muka bangunan Kraton, sehingga kapan orang masuk beteng Kraton dari depan, artinya dari arah kawasan Malioboro denngan segera akan melihat alun-alun utara dan Pagelaran Kraton, bahkan masuk melalui samping benteng Kraton pun, yaitu dari kawasan Jl. Kauman dan dari Kawasan Jl. Yudonegaran dengan segera akan melihat alun-alun utara dan Pagelaran Kraton.
Alun-alun utara sampai tahun 1980-an masih dilingkari jalan beraspal, sehingga pengguna jalan, bahkan anak-anak bisa berkeliling naik kendaraan memutari alun-alun utara. Bahkan pada hari minggu, ketika alun-alun utara masih dilingkari jalan beraspal, banyak orang lari pagi mengitari alun-alun utara melewati jalan aspal. Alun-alun utara yang terbelah menjadi dua, sebelah barat dan timur, di tengahnya terdapat jalan beraspal dan dipakai oleh pengguna jalan secara umum. Dari jalan tengah alun-alun utara ini ke selatan langsung pintu gerbang Pagelaran dan ke utara masuk kawasan Mailoboro. Jadi, pada tahun 1980-an Pegalaran masih tepat dipinggir jalan beraspal yang dipakai sebagai lalu lintas umum, dan persis berada di tengah jalan pemisah alun-alun utara.
Namun sekarang, jalan beraspal yang mengelilingi alun-alun utara tidak lagi bisa didapatkan. Jalan beraspal yang berada persis di depan pintu gerbang Pagelaran telah dijadikan satu dengan Pagelaran Kraton dengan cara pagarnya dimajukan. Dan jalan yang membelah alun-alun utara bukan lagi jalan beraspal melainkan telah berubah menjadi konblok. Jadi, orang tidak lagi bisa berkeliling mengitari alun-alun utara di atas jalan beraspal. Kalaupun hendak berkeliling di alun-alun utara bisa jalan melalui trotoir, yang memang mengitarai alun-alun utara..
Dua foto yang tertera dalam tulisan ini adalah foto alun-alun berikut Pagelaran Kraton yang masih menyatu dengan jalan beraspal dan foto pagelaran yang berada persis di tepi jalan beraspal. |
|
Quote:
Malioboro Spoiler for Malioboro tahun 1936 dan 1949: Quote: Malioboro yang menjadi salah satu simbol bagi Yogyakarta telah mengalami banyak perubahan. Melihat malioboro sekarang menunjuk kemajuan yang ada mungkin membuat orang kagum, setidaknya dari segi fisik. Namun mengurangi suasana yang pada waktu dulu mungkin pernah ada, misalnya keteduhan sepanjang jalan kawasan malioboro. Meskipun malioboro menjadi tempat dagang (dulu maupun kini), tetapi ada suasana lain yang tidak bisa ditemui ditempat lain, setidakya ada sentuhan kultural. Namun malioboro sekarang sepenuhnya adalah untuk kepentingan niaga. Bukan persoalan benar atau salah, tetapi orang segera tahu, bahwa malioboro telah berubah. Foto malioboro tahun 1936, yang diambil dari tugu teteg (tugu kereta api) setidaknya bisa menunjukan perubahan teteg dulu dan sekarang, dan ini artinya tugu teteg dan sekitarnya telah mengalami banyak perubahan. Apalagi jika melihat malioboro tahun 1949, di mana republik Indonesia belum lama merdeka, malioboro telah mengalami perubahan, padahal hanya selisih 13 tahun. Dua foto malioboro "tempo doeloe" setidaknya bisa membuka ingatan masa silam menyangkut malioboro dan menaruhnya pada realitas malioboro sekarang. Perubahan akan segera bisa dilihat. |
|
Quote:
Pasar Beringharjo dan Stasiun Tugu Spoiler for Pasar Beringharjo 1910 dan Stasiun Tugu 1887: Quote: Ada yang tidak berubah dari Yogyakarta, setidaknya jika dilihat dari bangunan-bangunan yang masih ada di Yogyakarta. Dua bangunan yang masih ada dan letaknya juga tidak berpindah adalah Pasar Beringharjo dan Stasiun Tugu. Hingga hari ini, letak Pasar Beringharjo, yang juga dikenal dengan sebutan pasar lor (utara) atau pasar gedhe, karena memang menjadi "pusat pasar" di Yogyakarta, berada di kawasan Maliboro dan amat dekat dengan pintu masuk alun-alun utara, Kraton Ngayogyakarta. Tentu, memang sudah ada yang berubah dari Pasar Beringharjo, setidaknya dari seluruh bangunan pasar, namun pinti masuk, kiranya tida banyak perubahan bentuk. Coba anda lihah pasa Beringharjo seperti tertera pada foto tahun 1910. Jadi 92 tahun yang lalu.
Pada stasiun Tugu juga masih tetap, setidaknya pada posisi letak. Namun pasti telah berubah pada konstruksi bangunan, meskipun tidak total, setidaknya juga pada pintu masuk. Perubahan konstruksk yang terjadi adalah hal yang wajar. Coba anda lihat foto Stasiun Tugu pada tahun 1887, atau 115 tahun yang lalu untuk tahun 2002, anda akan bisa mengamati perubahannya.
Setidaknya, pada dua foto "Pasar Beringharjo" 1910 dan "Stasiun Tugu" 1887, orang bisa melihat perubahan-peruubahan yang telah terjadi. |
|
Quote:
Tamansari
Spoiler for Tamansari 1881 dan Tamansari 2001:
Quote:
Bangunan Tamansari yang terletak di kompleks Beteng Kraton Ngayogyakarta, tepatnya di kampung Taman memang sudah ada sejak lama, sejak abad 18 bangunan Tamansari sudah ada. Kompleks bangunan Tamansari memang bermacam tidak hanya sejenis blumbang (kolam) yang disebut sebagai umbul atau secara lisan sering dilafalkan menjadi ngumbul. Satu bangunan lain yang terletak di sebelah barat bangunan utama Tamansari adalah satu pintu gerbang. Pintu gerbang ini pada tahun 2001, setidaknya seperti bisa dilihat dalam foto sudah dipugar sehingga kelihatan lebih bagus dan terawat. Padahal pada tahun 1881, seperti bisa dilihat dalam foto juga, kelihatan sekali tidak terawat dan terbengkalai. Bahkan, pada tahun 1970-an, kondisi seperti tahun 1881 pun masih sama, barangkali malah bisa disebut parah dari tahun-tahun sebelumnya.
Dibalik bangunan gapura ini ada tangga untuk naik ke atas, sehingga orang bisa naik ke atas dan melihat sekeliling, untuk sekarang bisa melihat perkampungan. Tetapi pada tahun 1980-an atau tahun-tahun sebelumnya, keliahatan seram, sunyi dan terasa sekali, dalam bahasa jawa nyenyet. Dan tidak bisa naik melalui tangga sampai atas, karena memang bangunannya rusak dan tidak terawat serta mengawatirkan, sehingga terbuka kemungkinan untuk roboh.
Sumber: http://datahardisk.blogspot.com/2010/07/tempat-wisata-diyogyakarta-tempo-doeloe.html