Demokrasi di Indonesia Tak Sesuai Pancasila


Yogyakarta (ANTARA News) - Demokrasi yang berkembang di Indonesia selama ini dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan musyawarah untuk mufakat demi kepentingan bangsa dan negara, kata peneliti Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Diasma Sandi Swandaru.

"Demokrasi yang ada di Indonesia dianggap liberal dan kebablasan. Mekanisme demokrasi di Indonesia dipertanyakan banyak kalangan karena dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila," katanya di Yogyakarta.

Menurut dia, praktik demokrasi menjadi perdebatan seru di Indonesia karena selama ini demokrasi memang menjadi isu yang fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Demokrasi dianggap sebagai sistem yang paling baik di antara sistem yang ada.

"Yogyakarta saat ini sedang mengalami gempuran politik demokrasi modern. Hal tersebut terkait dengan tarik-ulur susbtansi RUU Keistimewaan (RUUK) DIY antara pemerintah pusat dengan masyarakat Yogyakarta," katanya.

Dalam hal ini, menurut dia, pemerintah pusat berkeinginan menerapkan pemilihan langsung gubernur dan wakil gubernur DIY, sedangkan mayoritas masyarakat Yogyakarta tetap berkehendak adanya penetapan posisi tersebut.

"Jika pemaksaan atas nama demokrasi dengan pilihan langsung, maka diperkirakan akan terjadi `genocide of democracy`, yakni demokrasi yang membunuh anak kandungnya sendiri," katanya.

Ia mengatakan, demokrasi tanpa kebijaksanaan pasti mendatangkan bencana bagi rakyatnya. Kebijaksanaan dalam ini lebih mengedepankan prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan.

"Pemimpin kebijaksanaan tidak lain adalah asas trias politica dengan puncaknya Pancasila. Akibatnya, tanpa kebijaksanaan akan menimbulkan anarkisme atas demokrasi yang dipaksakan," katanya.

Menurut dia, proses demokrasi Yogyakarta justru memiliki kekuatan dan nilai-nilai lokalitas yang berperan penting dalam kevakuman regional dan kultural dalam teori demokrasi.

"Demokrasi yang terjadi bukan hanya untuk `menang-menang`-an atau suara terbanyak. Namun, ada hal lain yang lebih fundamental yakni kesejahteraan dan keadilan sosial," katanya.

Ia mengatakan, di Yogyakarta, masyarakat cukup puas dengan kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Semua proses demokrasi sudah dilaksanakan, mulai dari aspirasi rakyat, dukungan, elemen masyarakat, "civil society", dan DPRD di kabupaten/kota mendukung kepemimpinan yang mereka kehendaki yakni demokrasi terpimpin, di mana Sultan sekaligus sebagai gubernur DIY.

"Jangan lupakan prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan dalam sebuah kebijaksanaan. Demokrasi tanpa kebijaksanaan tentu hanya akan mendatangkan bencana," katanya.


Arsip Blog