INILAH.COM, Jakarta – Setelah berlarut-larut selama beberapa lama, akhirnya Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengeluarkan solusi mengatasi sedot pulsanya. Efektifkah?
Saat berada di acara langsung di sebuah stasiun televisi akhir pekan lalu, Komisaris BRTI Nonot Harsono mengungkap sebuah solusi menarik. Yakni, BRTI akan mereset layanan SMS premium pada semua operator selular.
Lewat cara ini, masyarakat tak lagi mendapat gangguan SMS premium. Baru setelah disosialisasikan cara menghindarinya, layanan akan kembali aktif. Menurut pengamat telematika Abimanyu Wachjoewidajat, keputusan BRTI bisa menjadi solusi pada masalah ini. “Solusi itu sangat baik dan perlu dilakukan,” katanya pada INILAH.COM.
Nonot mengaku telah menyampaikan hal ini pada operator selular dan secara tertulis dilansir dirjen telekomunikasi. Di sisi lain, pria yang akrab disapa Abah ini menunjukkan, keputusan BRTI ini masih bersifat kolegial sehingga apa yang dianggap Nonot baik, bisa jadi gugur jika ternyata tak didukung anggota BRTI lain.
“Jika hal ini terjadi, jelas ada kecenderungan anggota BRTI yang menolak langkah ini punya kepentingan atas suatu layanan SMS premium yang telah memiliki pelanggannya,” ungkapnya. Menurut Abah, terdapat metode sederhana yang secara teknis mampu mengatasi masalah Ini.
Pertama, BRTI membuat aturan, untuk registrasi layanan SMS Premium perlu adanya tahap konfirmasi menyampaikan biaya layanan dan memberi tahu cara UNREG. Demikian, jika ada orang tak sengaja mengikuti layanan premium ini, pelanggan masih memiliki kesempatan membatalkan pendaftaran.
“Tapi saya pesimis BRTI cukup jantan atau cukup berani menerapkan aturan ini karena seperti yang telah terlihat, BRTI tak cukup bergigi saat berhadapan dengan perusahaan selular,” paparnya.
Kedua, di tiap pengiriman 10x SMS Premium ke suatu nomor, pihak Content Provider (CP) wajib mengirim informasi mengenai cara UNREG baik melalui SMS regular atau lainnya. Ketiga, tahapan UNREG tak hanya dilakukan pada nomor SMS Premium melainkan harus ada nomor alternatif agar pengguna bisa lebih mudah melakukan UNREG.
Keempat, fasilitasi masyarakat untuk mengirim SMS ke nomor tertentu yang fungsinya untuk cross check apakah pelanggan tersebut terdaftar pada layanan SMS premium atau tidak. “Dengan cara ini, siapapun bisa melakukan pengecekan,” katanya.
Menurutnya, jika layanan ini dikenakan biaya, masih bisa dimaklumi asal tak perlu mendaftar karena masyarakat akan banyak terbantu dengan solusi ini. Demikian, jika ada orang yang membeli ponsel atau nomor bekas dan ternyata nomor itu terdaftar suatu layanan SMS premium, maka si pengguna bisa segera menindak untuk meneruskan atau menghentikan layanan itu.
“Karena layanan ini sifatnya harus netral, maka sebaiknya dikelola BRTI dan revenue yang diperoleh bisa digunakan untuk peningkatan layanan BRTI seperti pelatihan, pembelian alat dan lainnya,” paparnya.
Kelima, BRTI perlu melakukan audit pada layanan operator selular menggunakan orang-orang yang dianggap mampu melakukan service audit pada layanan SMS premium. Meski BRTI tak mengerti teknis, badan negara itu tetap mendapat support data untuk mengetahui apakah masing-masing operator selular telah mengikuti aturan atau tidak yang kemudian bisa digunakan untuk menindaklanjutinya. [mdr]
Saat berada di acara langsung di sebuah stasiun televisi akhir pekan lalu, Komisaris BRTI Nonot Harsono mengungkap sebuah solusi menarik. Yakni, BRTI akan mereset layanan SMS premium pada semua operator selular.
Lewat cara ini, masyarakat tak lagi mendapat gangguan SMS premium. Baru setelah disosialisasikan cara menghindarinya, layanan akan kembali aktif. Menurut pengamat telematika Abimanyu Wachjoewidajat, keputusan BRTI bisa menjadi solusi pada masalah ini. “Solusi itu sangat baik dan perlu dilakukan,” katanya pada INILAH.COM.
Nonot mengaku telah menyampaikan hal ini pada operator selular dan secara tertulis dilansir dirjen telekomunikasi. Di sisi lain, pria yang akrab disapa Abah ini menunjukkan, keputusan BRTI ini masih bersifat kolegial sehingga apa yang dianggap Nonot baik, bisa jadi gugur jika ternyata tak didukung anggota BRTI lain.
“Jika hal ini terjadi, jelas ada kecenderungan anggota BRTI yang menolak langkah ini punya kepentingan atas suatu layanan SMS premium yang telah memiliki pelanggannya,” ungkapnya. Menurut Abah, terdapat metode sederhana yang secara teknis mampu mengatasi masalah Ini.
Pertama, BRTI membuat aturan, untuk registrasi layanan SMS Premium perlu adanya tahap konfirmasi menyampaikan biaya layanan dan memberi tahu cara UNREG. Demikian, jika ada orang tak sengaja mengikuti layanan premium ini, pelanggan masih memiliki kesempatan membatalkan pendaftaran.
“Tapi saya pesimis BRTI cukup jantan atau cukup berani menerapkan aturan ini karena seperti yang telah terlihat, BRTI tak cukup bergigi saat berhadapan dengan perusahaan selular,” paparnya.
Kedua, di tiap pengiriman 10x SMS Premium ke suatu nomor, pihak Content Provider (CP) wajib mengirim informasi mengenai cara UNREG baik melalui SMS regular atau lainnya. Ketiga, tahapan UNREG tak hanya dilakukan pada nomor SMS Premium melainkan harus ada nomor alternatif agar pengguna bisa lebih mudah melakukan UNREG.
Keempat, fasilitasi masyarakat untuk mengirim SMS ke nomor tertentu yang fungsinya untuk cross check apakah pelanggan tersebut terdaftar pada layanan SMS premium atau tidak. “Dengan cara ini, siapapun bisa melakukan pengecekan,” katanya.
Menurutnya, jika layanan ini dikenakan biaya, masih bisa dimaklumi asal tak perlu mendaftar karena masyarakat akan banyak terbantu dengan solusi ini. Demikian, jika ada orang yang membeli ponsel atau nomor bekas dan ternyata nomor itu terdaftar suatu layanan SMS premium, maka si pengguna bisa segera menindak untuk meneruskan atau menghentikan layanan itu.
“Karena layanan ini sifatnya harus netral, maka sebaiknya dikelola BRTI dan revenue yang diperoleh bisa digunakan untuk peningkatan layanan BRTI seperti pelatihan, pembelian alat dan lainnya,” paparnya.
Kelima, BRTI perlu melakukan audit pada layanan operator selular menggunakan orang-orang yang dianggap mampu melakukan service audit pada layanan SMS premium. Meski BRTI tak mengerti teknis, badan negara itu tetap mendapat support data untuk mengetahui apakah masing-masing operator selular telah mengikuti aturan atau tidak yang kemudian bisa digunakan untuk menindaklanjutinya. [mdr]
sumber :http://teknologi.inilah.com/read/detail/1786240/efektifkah-solusi-sedot-pulsa-brti