PT Kereta Api (KA) memasang gawang bola yang terbuat dari benton sepanjang enam meter, untuk menghalau penumpang nekat yang naik ke atap kereta ekonomi lokal dari Cikampek dan Purwakarta.
"Bila menghantam bola-bola itu, [kepala] pasti benjol," kata Kepala Humas PT Kereta Api Daerah Operasi I, Mateta Rizalulhaq.
"Dengan begitu ada dampak psikologi. Kami berharap penumpang bisa turun dengan cara itu."
Tujuan pemasangan gawang bola, agar penumpang yang bandel itu tak celaka, terjatuh dari kereta api yang melaju kencang. Apalagi, penumpang yang bertumpuk di atap juga mengganggu perjalanan kereta api.
Kebijakan tersebut tak hanya memicu polemik di dalam negeri, tapi juga marak diberitakan media asing ternama. Di antaranya, BBC, MSNBC, Daily Mail, Telegraph, Washington Post, CBS News, Fox News, juga Times LIVE.
BBC misalnya, memuat berita berjudul "Indonesia Concrete Balls Combat 'Train Surfing".Selain memuat statistik jumlah penumpang yang tewas akibat terjatuh dari atap kereta api, 53 orang di 2008 dan 11 orang pada 2011, BBC juga memuat pendapat penumpang yang terbiasa naik ke atap.
"Awalnya aku takut saat mendengar soal bola itu," kata Mulyanto. "Kedengarannya sangat berbahaya. Tapi tak akan bertahan lama. Mereka telah mencoba melakukan apapun agar kami tak naik ke atap kereta, namun toh akhirnya kami yang menang."
Tak ketinggalan kritik, bahwa akar permasalahan mengapa masih saja ada penumpang nekat memanjat ke atap adalah tak memadainya jumlah armada kereta api, juga pelayanannya yang buruk, sering terlambat.
Washington Post, dalam berita berjudul "New effort to keep Indonesian commuters off the roofs of trains: suspended concrete balls" menyebut, kebijakan itu 'ekstrem'. Bola beton itu bisa mencederai atau bahkan membunuh penumpang yang nekat.
Keberhasilan kebijakan ini juga dipertanyakan. Sebab, publik belum lupa cara yang diterapkan sebelumnya, yang gagal total: razia, semprotan cabai, mengerahkan anjing, pendekatan dari ulama, sampai cat semprot warna.
Tahun lalu, semprotan cat diprogram untuk menyemprot mereka yang naik ke atap kereta, sehingga petugas bisa mengidentifikasi mereka dan menindaknya. Namun, para penumpang atap justru merusaknya. Pendekatan ulama, tak digubris. Saat petugas polisi dikerahkan untuk menertibkan, mereka justru jadi sasaran lemparan batu.
Tak ketinggalan situs berita populer, Daily Mail, yang menurunkan berita berjudul, "Duck! Indonesia suspends grapefruit-sized concrete balls above railway lines to stop 'roof riders".
"Sekarang pihak berwenang di Indonesia mengembangkan taktik yang mengintimidasi, bahkan mematikan. Mendirikan gawang bola beton seukuran jeruk untuk menyapu penumpang di atap kereta," demikian tukilan isi artikel.
Tujuan pemasangan gawang bola, agar penumpang yang bandel itu tak celaka, terjatuh dari kereta api yang melaju kencang. Apalagi, penumpang yang bertumpuk di atap juga mengganggu perjalanan kereta api.
Kebijakan tersebut tak hanya memicu polemik di dalam negeri, tapi juga marak diberitakan media asing ternama. Di antaranya, BBC, MSNBC, Daily Mail, Telegraph, Washington Post, CBS News, Fox News, juga Times LIVE.
BBC misalnya, memuat berita berjudul "Indonesia Concrete Balls Combat 'Train Surfing".Selain memuat statistik jumlah penumpang yang tewas akibat terjatuh dari atap kereta api, 53 orang di 2008 dan 11 orang pada 2011, BBC juga memuat pendapat penumpang yang terbiasa naik ke atap.
"Awalnya aku takut saat mendengar soal bola itu," kata Mulyanto. "Kedengarannya sangat berbahaya. Tapi tak akan bertahan lama. Mereka telah mencoba melakukan apapun agar kami tak naik ke atap kereta, namun toh akhirnya kami yang menang."
Tak ketinggalan kritik, bahwa akar permasalahan mengapa masih saja ada penumpang nekat memanjat ke atap adalah tak memadainya jumlah armada kereta api, juga pelayanannya yang buruk, sering terlambat.
Washington Post, dalam berita berjudul "New effort to keep Indonesian commuters off the roofs of trains: suspended concrete balls" menyebut, kebijakan itu 'ekstrem'. Bola beton itu bisa mencederai atau bahkan membunuh penumpang yang nekat.
Keberhasilan kebijakan ini juga dipertanyakan. Sebab, publik belum lupa cara yang diterapkan sebelumnya, yang gagal total: razia, semprotan cabai, mengerahkan anjing, pendekatan dari ulama, sampai cat semprot warna.
Tahun lalu, semprotan cat diprogram untuk menyemprot mereka yang naik ke atap kereta, sehingga petugas bisa mengidentifikasi mereka dan menindaknya. Namun, para penumpang atap justru merusaknya. Pendekatan ulama, tak digubris. Saat petugas polisi dikerahkan untuk menertibkan, mereka justru jadi sasaran lemparan batu.
Tak ketinggalan situs berita populer, Daily Mail, yang menurunkan berita berjudul, "Duck! Indonesia suspends grapefruit-sized concrete balls above railway lines to stop 'roof riders".
"Sekarang pihak berwenang di Indonesia mengembangkan taktik yang mengintimidasi, bahkan mematikan. Mendirikan gawang bola beton seukuran jeruk untuk menyapu penumpang di atap kereta," demikian tukilan isi artikel.