Namun dibanding wilayah endemis lainnya di Maluku, kaki gajah di Ambon relatif sudah lebih terkendali karena pengobatan massal sudah dijalankan selama 3 tahun. Untuk benar-benar melenyapkannya, biasanya dibutuhkan pengobatan massal selama 5 tahun berturut-turut.
"Pengobatan massal untuk filariasis baru berjalan di Kota Ambon, di wilayah lain yaitu Seram Bagian Barat, Buru dan Maluku Tengah baru akan diadakan sekitar tahun 2012," ungkap Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Bencana Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, dr Ritha Tahitu, MKes saat ditemui di kantornya, Jumat (18/11/2011).
Menurut dr Ritha, pengobatan massal merupakan satu-satunya cara menanggulangi penyebaran penyakit kaki gajah. Penyakin ini mudah ditularkan oleh nyamuk, sehingga jika 1 persen saja penduduk di suatu kabupaten terindikasi positif tertular maka sudah bisa dikatakan sebagai daerah endemis.
Hingga sejauh ini, wilayah yang sudah disurvei dan ditetapkan sebagai daerah endemis di Maluku baru 4 wilayah yakni Ambon, Seram Bagian Barat, Buru dan Maluku Tengah. Tidak menutup kemungkinan sudah menyebar ke wilayah lain, namun dr Ritha tidak berani memastikan karena belum ada survei di daerah lain.
"Survei akan dilakukan dalam radius 500 meter dari tempat tinggal penderita. Biasanya akan disurvei jika ditemukan 1 penderita kronis, yang kaki, tangan atau badannya sudah bengkak seperti gajah," ungkap dr Ritha.
Kaki gajah atau filariasis merupakan pembengkakkan akibat penumpukan cairan di bagian tertentu, yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria. Cacing ini sendiri bisa ditularkan oleh hampir segala jenis nyamk sehingga persebarannya sangat cepat dan luas.
Untuk pengobatan massal, obat kaki gajah yang diberikan sejauh ini bisa didapatkan secara gratis. Obat-obat yang digunakan merupakan bagian dari program bantuan organisasi kesehatan dunia atau WHO (World Health Organization).
"Karena belum semua daerah endemis melakukan pengobatan massal, maka bisa dikatakan filariasis masih menjadi ancaman baik di Ambon maupun daerah sekitarnya," tutup dr Rit