Jade Swain, tak menyangka benjolan kecil menyerupai jerawat di hidungnya tumbuh menjadi kanker langka mematikan. Remaja 15 tahun ini bahkan harus mengamputasi hidungnya agar sel kanker tak menjalar ke organ vital.
Ia membutuhkan waktu dua tahun sebelum dokter mendiagnosis itu sebagai rhabdomyosarcoma, sebuah kanker langka yang menyerang jaringan lunak. Jenis kanker ini umumnya muncul tanpa gejala yang mudah disadari.
Kanker itu awalnya hanya berupa titik di ujung hidung. Lalu, tumbuh seperti jerawat kecil. Selama beberapa bulan, jerawat itu menetap. Bahkan, membesar hingga seukuran buah cherry. "Saat itu, saya tidak berpikir punya gejala kanker. Saya hanya berpikir memiliki hidung besar," katanya, seperti dikutip Daily Mail.
Juni 2008, ia memeriksakan diri ke dokter lantaran benjolan yang terus membesar. Ia didiagnosis mengalami jerawat rosacea, gangguan kulit kronis yang memicu peradangan wajah. Enam bulan mengonsumsi antibiotik, namun pertumbuhan benjolan itu tak terhenti.
Melihat kondisinya, Jade mulai curiga benjolan di hidungnya sebagai gejala penyakit serius. Ia mencari informasi seputar kanker hidung. Tapi kecurigaannya ditepis dokter yang yakin 99,9 persen benjolan itu bukan kanker hidung. Kanker hidung jarang terjadi pada remaja.
Saat kembali berkonsultasi dengan dokter, ia menerima hasil diagnosis berupa kista kalsium. Hasil biopsi menjawab rasa penasarannya. Benjolan itu benar sel kanker yang tumbuh. "Dokter saya terkejut seperti saya. Kami tidak bisa percaya. Itu mengejutkan bagi saya karena tidak ada seorang pun di keluarga saya yang pernah menderita kanker sama sekali."
Jade berhadapan dengan pilihan sulit demi menyelamatkan nyawa. Ia harus menjalani operasi pengangkatan hidung untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker. "Jika saya tidak operasi, saya harus radioterapi, yang bisa merusak otak, karena hidung begitu dekat dengan otak."
Dengan berbagai pertimbangan dan dukungan, ia menjalani amputasi di Queen's Medical Centre, Nottingham. Ia pun menerima risiko penciumannya akan terganggu. "Saya lebih suka tidak dapat mencium bau daripada menderita kanker."
Selain amputasi hidung, ia juga harus menjalani kemoterapi lantaran saat dokter memberikan diagnosis, sel kanker sudah menjalar ke leher. Penderitaan pun berlanjut saat hidung palsunya tak melekat sempurna. "Itu sampah. Aku diberi lem untuk menempel dan tidak berhasil. Hidung palsu itu akan jatuh setiap setengah jam.”
Namun, keinginan sembuh yang begitu kuat membuat pederitaan perlahan sirna. Ia menjalani cangkok hidung dengan mengambil kulit dari area dahi. Operasi estetika ini berhasil memberinya hidung baru.
Rambut dan penciumannya pun mulai pulih setelah melakukan kemoterapi intens selama enam bulan. "Aku kembali ke sekolah dan semua orang berkata hebat karena tahu kesulitan yang harus kulewati," katanya.
Ia membutuhkan waktu dua tahun sebelum dokter mendiagnosis itu sebagai rhabdomyosarcoma, sebuah kanker langka yang menyerang jaringan lunak. Jenis kanker ini umumnya muncul tanpa gejala yang mudah disadari.
Kanker itu awalnya hanya berupa titik di ujung hidung. Lalu, tumbuh seperti jerawat kecil. Selama beberapa bulan, jerawat itu menetap. Bahkan, membesar hingga seukuran buah cherry. "Saat itu, saya tidak berpikir punya gejala kanker. Saya hanya berpikir memiliki hidung besar," katanya, seperti dikutip Daily Mail.
Juni 2008, ia memeriksakan diri ke dokter lantaran benjolan yang terus membesar. Ia didiagnosis mengalami jerawat rosacea, gangguan kulit kronis yang memicu peradangan wajah. Enam bulan mengonsumsi antibiotik, namun pertumbuhan benjolan itu tak terhenti.
Melihat kondisinya, Jade mulai curiga benjolan di hidungnya sebagai gejala penyakit serius. Ia mencari informasi seputar kanker hidung. Tapi kecurigaannya ditepis dokter yang yakin 99,9 persen benjolan itu bukan kanker hidung. Kanker hidung jarang terjadi pada remaja.
Saat kembali berkonsultasi dengan dokter, ia menerima hasil diagnosis berupa kista kalsium. Hasil biopsi menjawab rasa penasarannya. Benjolan itu benar sel kanker yang tumbuh. "Dokter saya terkejut seperti saya. Kami tidak bisa percaya. Itu mengejutkan bagi saya karena tidak ada seorang pun di keluarga saya yang pernah menderita kanker sama sekali."
Jade berhadapan dengan pilihan sulit demi menyelamatkan nyawa. Ia harus menjalani operasi pengangkatan hidung untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker. "Jika saya tidak operasi, saya harus radioterapi, yang bisa merusak otak, karena hidung begitu dekat dengan otak."
Dengan berbagai pertimbangan dan dukungan, ia menjalani amputasi di Queen's Medical Centre, Nottingham. Ia pun menerima risiko penciumannya akan terganggu. "Saya lebih suka tidak dapat mencium bau daripada menderita kanker."
Selain amputasi hidung, ia juga harus menjalani kemoterapi lantaran saat dokter memberikan diagnosis, sel kanker sudah menjalar ke leher. Penderitaan pun berlanjut saat hidung palsunya tak melekat sempurna. "Itu sampah. Aku diberi lem untuk menempel dan tidak berhasil. Hidung palsu itu akan jatuh setiap setengah jam.”
Namun, keinginan sembuh yang begitu kuat membuat pederitaan perlahan sirna. Ia menjalani cangkok hidung dengan mengambil kulit dari area dahi. Operasi estetika ini berhasil memberinya hidung baru.
Rambut dan penciumannya pun mulai pulih setelah melakukan kemoterapi intens selama enam bulan. "Aku kembali ke sekolah dan semua orang berkata hebat karena tahu kesulitan yang harus kulewati," katanya.