Presiden Badan Sepak Bola Dunia (FIFA) Sepp Blatter menyatakan melarang Nurdin Halid memimpin kembali Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Pernyataan Blatter itu disampaikan oleh Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Djoko Susilo, yang menemuinya di markas FIFA di Kota Zurich Selasa tanggal 8 Maret 2011.“Kami mendapatkan jawaban tegas dari Blatter bahwa Nurdin Halid tidak dapat dicalonkan kembali pada kongres PSSI,” katanya saat dihubungi pada malam Selasa tanggal 8 Maret 2011.
Dalam perbincangan itu, kata dia, Blatter menyatakan bahwa statuta FIFA merupakan prinsip yang harus dipegang oleh setiap negara anggotanya. Nurdin dianggap telah menyalahi statuta FIFA, terutama pasal 32 ayat 4, yang mengatur persyaratan seorang pemimpin federasi sepak bola sebuah negara anggota FIFA.
Dalam statuta FIFA dinyatakan bahwa anggota komite eksekutif, termasuk ketua umum, sebelumnya tidak pernah dinyatakan bersalah atas suatu tindak kriminal. Jika pada akhirnya Nurdin terpilih kembali pada kongres PSSI mendatang, Blatter menyatakan FIFA tak akan mengesahkannya.
Djoko juga mendapatkan jawaban bahwa benar ada surat penolakan FIFA terhadap kepemimpinan Nurdin yang disampaikan pada Juni 2007. Surat itu berisi pernyataan bahwa Nurdin tak bisa menjabat kembali sebagai Ketua Umum PSSI pada 2007. Alasannya, Nurdin pernah diputuskan bersalah oleh pengadilan.
“Blatter mengakui surat itu memang ada, namun kemudian dimentahkan lagi karena ada semacam kongkalikong orang internal FIFA dengan pengurus PSSI,” ujarnya.
Namun masalah itu tak diendus dengan cepat, karena penolakan terhadap Nurdin tidak bergema. “Sehingga akhirnya kesalahan semacam itu tidak terbuka,” katanya.
Djoko juga menyerahkan dokumen kondisi persepakbolaan Indonesia di bawah kepemimpinan Nurdin. (Sumber: Tempointeraktif).
NURDIN CS BOHONGI FIFA
JAKARTA – Pengurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dituding telah mengakali statuta Badan Sepak Bola Dunia (FIFA). Hal itu dilakukan dengan cara memelintir terjemahan Statuta FIFA yang diadopsi menjadi Statuta PSSI dalam soal keanggotaan Komite Eksekutif PSSI.“Ada orang-orang tertentu di FIFA yang sengaja membiarkan terjemahan PSSI itu salah,” kata Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Djoko Susilo, saat dihubungi Kamis (10-3-2011). Padahal di antara mereka ada yang mengerti bahasa Indonesia dan tahu adanya ketidakberesan terjemahan tersebut. Namun mereka membiarkannya ! “Mereka orang-orang penting di FIFA, dan dekat dengan kubu Nurdin Halid,” Djoko menegaskan.
Berdasar surat FIFA kepada PSSI yang fotokopinya dimiliki Tempo, FIFA menanyakan soal terjemahan itu lantaran dikontak oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC). Komite khawatir versi bahasa Inggris Statuta PSSI yang disetujui di Kongres Luar Biasa PSSI pada 20 April 2009 berbeda dengan versi asli Indonesia.
Surat FIFA tertanggal 15 September 2010 itu diteken oleh Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Valcke. Isinya, ia menanyakan apakah Statuta PSSI sudah mengadopsi Statuta FIFA bahwa anggota Komite Eksekutif harus aktif di sepak bola selama minimal 5 tahun dan belum pernah dipidana atas kejahatan serta tinggal di wilayah Indonesia.
Jawaban diberikan oleh Sekretaris Jenderal PSSI Nugraha Besoes lewat surat tertanggal 27 September 2010. Penjelasan ihwal Statuta PSSI itu ditujukan ke Direktur Masalah Legal FIFA Marco Villiger dan Direktur Legal Thiery Regennas.
Dalam surat itu, Nugraha mengutip Pasal 35 ayat 4 Statuta PSSI versi bahasa Inggris dan memberikan pembanding dalam versi bahasa Indonesia. Lalu, FIFA kembali mengirim surat pada 11 Oktober 2010 yang menegaskan bahwa salah satu syarat menjadi anggota Komite Eksekutif adalah tidak boleh dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal.
Saat dimintai konfirmasi, Nugraha membenarkan adanya korespondensi itu. Menurut dia, FIFA sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu.“Tidak perlu diributkan. Apabila masih jadi urusan PSSI berarti tidak dianggap,”katanya.
Berdasarkan statuta seperti itulah Nurdin Halid sebagai anggota Komite Eksekutif PSSI tetap bertahan sebagai Ketua PSSI sejak 2003 hingga sekarang. Padahal Nurdin 2 kali menjadi terpidana korupsi dalam kasus gula impor dan pengadaan minyak goreng. (Sumber: Koran Tempo)


Jika Sobat Suka Dengan Artikel Ini,
Jangan Lupa Sharing Ke Teman yang Lain