infeksi gigi bisa radang otak

.




SPESIALIS penyakit dalam Rumah Sakit Internasional Bintaro, dr Tengku Bahdar Djohan, mengatakan masalah gigi berlubang tidak hanya berhenti di abses gigi, namun juga harus waspada terhadap ancaman fokal infeksi seluruh tubuh.

"Fokal infeksi akibat racun dan sisa kotoran maupun mikroba memicu terjadinya infeksi pada gigi dan mulut kemudian menyebar ke anggota tubuh lain," kata dr Tengku Nahdar di Jakarta Selatan yang dikutip kompas..com.

Dalam diskusi bertema Meningkatnya Konsumsi Gula di Indonesia VS Komplikasi Akut pada Gigi, Bahdar mengatakan bila abses (lubang gigi bernanah) tidak diobati, maka dapat menyebabkan komplikasi berbahaya.

Selain berupa tanggalnya gigi juga menyebabkan peradangan pada dada (mediastinis), penyebaran infeksi ke jaringan lunak maupun bagian tubuh lainnya antara lain abses otak, maupun radang paru-paru.

"Warga masyarakat masih menganggap penyakit gigi maupun mulut dianggap biasa, namun setelah parah baru mereka berkonsultasi ke dokter," katanya.

Langkah antisipasi untuk mengurangi risiko tersebut adalah peran pemerintah dan instansi terkait agar segera melakukan sosialisasi ke masyarakat.

"Selama ini mungkin masyarakat belum mendapatkan informasi mengenai bahaya penyakit gigi, maka dari itu sangat penting dilakukan sosialisasi ke warga," kata engku Bahdar.

Data hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 2004 yang dilakukan Departemen Kesehatan menyebutkan prevalensi karies (berlubang) gigi di Indonesia adalah 90,05 persen. (cr4)

MASIH berdasarkan paparan Tengku Bahdar, kebanyakan orang Indonesia, pada awal-awal sebelum terkena penyakit gigi dan mulut, mereka mengabaikan sakit yang ditimbulkannya. Padahal ketika sudah menjadi sakit, penyakit gigi merupakan jenis penyakit di urutan pertama yang dikeluhkan masyarakat.

Data itu berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga survei kesehatan nasional (SKRT-Surkesnas) tahun 2001 yang menyebut, penyakit gigi dikeluhkan 60 persen penduduk Indonesia.

Tanpa disadari keluhan penyakit gigi juga berdampak terhadap produktivitas si penderita. Yakni gangguan tersebut rata-rata 3,86 hari dengan kisaran berhenti beraktivitas antara 2,5 hari hingga 5,28 hari.

Arsip Blog