Parah, SBY Lebih Percaya Professor Bule Dari Pada Professor Indonesia

Jakarta - Saran Profesor David T Ellwood kepada Presiden SBY sebenarnya bukan hal baru. Namun apakah omongan ‘orang bule’ ini akan lebih didengar terutama terkait fokus pada industri unggulan?

Ahmad Erani Yustika, ekonom dari Institute for Development Economy and Finance (Indef) ikut menanggapi Presidential Lecture Dekan Harvard Kennedy School David T Ellwood di hadapan Presiden SBY dan Wapres Boediono, serta jajaran kabinet serta sejumlah pengusaha domestik, kemarin.

Menurut Erani, penyakit pemerintah RI, adalah kalau yang ‘ngomong bule’ biasanya lebih banyak didengar. “Tapi, kalau yang ngomong, dari bangsanya sendiri, tidak digumbris,” tukas Erani.

Sejak lama, menurut Erani, para ekonom dalam negeri sudah menyuarakan apa yang dikatakan Ellwood. “Bahkan, sejak dekade 80-an, pemerintah diharapkan membangun basis industri yang memiliki keunggulan komparatif yaitu sumber daya alam dan pertanian dalam pengertian luas,” katanya, di Jakarta, Kamis (16/9).

Bahkan, lanjut Erani, Kementrian Pertanian, sejak lama menyemaikan pohon industri yang berbasis pertanian. Tapi, sayangnya hal itu tidak dijalankan. “Pernyataan David T Ellwood bukan hal baru jika dilihat dari sisi konsep pembangunan industri di Indonesia,” timpalnya.

Tapi memang, lanjut Erani, pemerintah, sampai hari ini tidak pernah menjalankan konsep yang sebenarnya sudah lama itu. “Mudah-mudahan, kalau yang ‘ngomong’ dari Harvard, didengar dan dilaksanakan presiden,” tukasnya.

Sebab, imbuhnya, berdasarkan pengalaman di banyak negara bahkan negara maju sekalipun, tidak bisa maju tanpa membangun industri berbasis pada sumber daya ekonomi setempat yang memiliki keunggulan komparatif. “Saat ini, industri unggulan pemerintah tidak jelas,” ungkapnya.

David T Ellwood di hadapan Presiden SBY menyarankan agar pemerintah Indonesia dapat menciptakan kebijakan dan regulasi probisnis, sehingga kalangan dunia usaha tidak merasa dieksploitasi kemampuannya.

Selama ini, sektor riil sulit bergerak, infrastruktur minim, pertumbuhan ekonomi belum memadai, serta penciptaan lapangan kerja masih jauh dari yang diharapkan.

“Pemerintah biasanya piawai menentukan jenis industri yang berpotensi tumbuh pesat di negerinya. Tapi ingat, pemerintah juga harus merangsang kegiatan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan,” kata David saat memberikan Presidential Lecture bertajuk Creating Job, Reducing Poverty and Improving The Wellfare of The People, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/9).

Dia mengatakan, pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus mempunyai gagasan-gagasan jitu, sehingga dapat menciptakan regulasi yang dapat mendorong kegiatan dunia usaha, khususnya menyangkut perdagangan, investasi dan perekonomian.

Ellwood mengatakan, apabila pemerintah mampu menjalin hubungan kemitraan erat dengan dunia usaha, akan ada hubungan timbal balik satu sama lainnya. Ia menyebutkan, kalangan dunia usaha pasti akan turut membantu jika pemerintah mengalami kemelut di bidang ekonomi.

“Ini adalah kalimat yang mudah diucapkan, tapi sulit dilaksanakan. Pemerintahan harus stabil, memberikan peluang untuk menjalin kemitraan dengan rakyat dan bersikap hati-hati,” ungkap Ellwood.

Erani kembali memaparkan, dalam lima tahun terakhir, sektor industri mengalami penurunan terus-menerus. Dari mulai 29% kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) sekarang tinggal 27%. “Sektor apa yang akan dikembangkan pun, pemerintah tidak tahu,” tukasnya.

Padahal, berkaca pada zaman Presiden Soeharto, sebelum 1982, sangat fokus pada industri pertanian. Setelah Pak Habibie datang, kemudian fokus pada 10 industri unggulan dan strategis. “Di antaranya baja, kapal, pesawat terbang, dan kereta api, dan lain-lain. Semuanya jadi BUMN,” ucapnya

Erani memaparkan, industri makanan dan minuman, yang selama ini menjadi penopang sektor industri, sudah mulai menurun. “Industri tekstil dan alas kaki yang selama ini menjadi lokomotif, sudah mau mati karena gagal bersaing,” papar Erani.

Sementara sektor-sektor lain seperti otomotif, kimia dan listrik, terganjal import contentyang sangat besar. “Itulah problemnya, karena kita sampai saat ini belum merumuskan sektor industri unggulan yang diiringi kegiatan dan program-program yang lebih operasional,” urainya.

Pemerintah harus betul-betul membangun industri berdasarkan sumber daya ekonomi domestik yaitu pertanian dan sumber daya alam (SDA) tanpa melupakan aspek keunggulan kompetitif. “Tanpa keunggulan kompetitif, nilai tambahnya akan kecil,” imbuh Erani.

Keunggulan kompetitif, harus didorong, dengan cara inovasi, pembangunan research and development yang kuat, dan meningkatkan SDM melalui pendidikan. “Industri yang bertumpu pada sektor basis harus segera dibangun. Untuk Indonesia, sektor basisnya adalah pertanian dan SDA,” pungkas Erani.



Sumber : http://www.suaranews.com/2010/09/ironis-presiden-sby-lebih-percaya.html

Arsip Blog