Reformasi Pemerintahan ARAB SAUDI

Raja Abdullah bin Abdul Aziz (85 tahun, raja ke 6 Arab Saudi) kembali menggores sejarah. Tahun 2002, Raja Abdullah bin Abdul Aziz mendobrak kebekuan diplomasi perdamain Timur Tengah dengan melontarkan inisiatif damai dengan Israel. Inisiatif yang kemudian diadopsi oleh forum KTT Arab di Beirut tahun 2002 sebagai inisiatif damai Arab.

Inisiatif tersebut meminta Israel mundur dari tanah yang diduduki tahun 1967 dengan imbalan hubungan diplomatik Israel dan dunia Arab secara kolektif, berdirinya negara Palestina dengan ibu kota Jerusalem Timur, serta solusi adil pengungsi Palestina.

Hari Sabtu tanggal 14 Februari 2009, raja Abdullah mengejutkan dengan menunjuk seorang perempuan, Noura bin Abdullah Al Faez, sebagai deputi menteri pendidikan dan pengajaran urusan perempuan. Noura Al Faez menjadi perempuan pertama yang menduduki jabatan tertinggi di negara yang dikenal konservatif dan puritan.


Raja Abdullah tampaknya ingin memberikan pesan kepada masyarakat internasional dan rakyatnya bahwa Arab Saudi komitmen melaksanakan pembaruan dan perubahan (reformasi). Raja Abdullah dalam berbagai forum sering menegaskan, cara terbaik menghadapi tantangan adalah membangun negara yang kuat dan mampu bergerak maju dengan semangat akomodatif (bisa menerima) dan adaptif (menyesuaikan diri) di tengah hempasan perubahan yang begitu cepat.

Raja Abdullah naik takhta 3 Agustus 2005 setelah wafatnya Raja Fahd (raja ke 5 Arab Saudi). Ia sebenarnya sudah menjadi penguasa de facto sejak tahun 1995 ketika Raja Fahd terserang stroke. Abdullah adalah salah satu dari 37 putra Raja Abdul Aziz bin Abdulrahman Al Suud (raja ke 1, pendiri Arab Saudi modern) yang lahir dari ibunya bernama Fahada binti Asi-al Syuraim, isteri ke 8 Abdul Aziz dari keluarga Rasyid.

Abdullah adalah seorang putera mahkota dan kemudian menjadi raja yang paling sering menyebut kalimat pembaruan dan perubahan di perbagai forum. Dan ternyata ia tidak berkata kosong !

Misalnya, Abdullah dalam beberapa tahun terakhir ini aktif menggelar dialog nasional membahas berbagai isu, khususnya isu reformasi, dengan melibatkan berbagai tokoh masyarakat. Ia juga mengizinkan pemilihan langsung anggota kota praja ((Dewan Konsultatif) secara nasional sejak awal tahun 2005. Ia juga membuka kesempatan bagi pemodal asing menanamkan investasi di bidang eksplorasi dan produksi gas.

Sebagai salah seorang putra Raja Abdul Aziz (pendiri negara Arab Saudi), Abdullah sejak usia muda telah dipercaya memegang jabatan strategis. Sosoknya yang alim membuat dia dipercaya sebagai walikota Mekkah sejak usia 30 tahun.

Tahun 1962, Raja Faisal bin Abdul Aziz (raja ke 3 Arab Saudi) menunjuk Abdullah bin Abdul Aziz sebagai komandan pasukan elite Garda Nasional yang diperkuat para pemuda Badui yang setia kepada pendiri Arab Saudi, Raja Abdul Aziz. Tahun 1975, Raja Khalid (raja ke 4 Arab Saudi) menunjuk Pangeran Abdullah sebagai Deputi ke 2 PM. Tahun 1982 Raja Fahd (raja ke 5 Arab Saudi) menunjuk Pangeran Abdullah sebagai Putera Mahkota.

Abdullah lahir tahun 1924, beristeri 4, berputra 10 dan berputri 10. Ia mendapat pendidikan tradisional di lingkungan Sekolah Kerajaan di tangan para ulama kenamaan dan dibesarkan di bawah pengawasan langsung Raja Abdul Aziz. (Sumber: Harian Kompas).

SEJARAH KERAJAAN ARAB SAUDI


Daftar raja-raja Arab Saudi

1. Raja Abdul Aziz (Ibnu Saud), pendiri kerajaan Arab Saudi: 1932 – 1953.

2. Raja Saud, putra Raja Abdul Aziz : 1953 – 1964.

3. Raja Faisal, putra Raja Abdul Aziz : 1964 – 1975.

4. Raja Khalid, putra Raja Abdul Aziz : 1975 – 1982.

5. Raja Fahd, putra Raja Abdul Aziz : 1982 – 2005.

6. Raja Abdullah, putra Raja Abdul Aziz : 2005 – ……


1. Raja ABDUL AZIZ (IBNU SAUD)

(lahir 1880 – wafat 1953)

(berkuasa 1932 – 1953)


Abdul Aziz atau Ibnu Saud dilahirkan di Riyadh dan merupakan anak pasangan Abdul Rahman bin Faisal dan Sara binti Ahmad al-Kabir Sudayri. Pada tahun 1890, semasa berusia 10 tahun, Ibnu Saud mengikuti keluarganya dalam pengasingan di Kuwait setelah direbutnya tanah keluarganya oleh dinasti Rashidi. Beliau menghabiskan masa kanak-kanaknya di Kuwait dalam keadaan tidak berharta.

Pada tahun 1901, semasa berusia 22 tahun, Ibnu Saud menggantikan ayahnya sebagai ketua keluarga dinasti Saud dengan gelar Sultan Nejd. Beliau kemudian memulai kampanye untuk merebut kembali tanah keluarganya dari dinasti Rashidi di tempat yang kini merupakan Arab Saudi. Pada tahun 1902, beliau bersama-sama dengan pasukan keluarga dan saudaranya berhasil merebut Riyadh dengan membunuh gubernur Rashidi di sana.

Dua tahun setelah berhasil merebut Riyadh, Ibnu Saud berhasil menguasai separuh dari Nejd. Meskipun begitu, pada tahun 1904, dinasti Rashidi meminta bantuan dari Kesultanan Utsmaniyah untuk mengalahkan dinasti Saud. Kerajaan Utsmaniyah mengirimkan pasukan ke Arabia (Tanah Arab) dan ini menyebabkan kekalahan dinasti Saud pada 15 Juni 1904, namun setelah pasukan Utsmaniyah mundur disebabkan masalah tertentu, pasukan dinasti Saud berhasil mengumpulkan kembali kekuatannya.

Pada tahun 1912, Ibnu Saud berhasil menguasai seluruh Nejd dengan bantuan dinasti Wahabbi. Pada saat Perang Dunia I, Ibnu Saud berpihak kepada Britania Raya (Inggris) karena dinasti Rashidi merupakan sekutu Utsmaniyah yang merupakan musuh Britania. Pada tahun 1922 dinasti Saud berhasil mengalahkan dinasti Rashidi dan ini mengakhiri penguasaan dinasti Rashidi di Tanah Arab.

Pada tahun 1925, dinasti Saud berhasil merebut Kota Suci Makkah dari Syarif Hussain bin Ali. Pada 10 Januari 1926 , Ibnu Saud dinobatkan menjadi Raja Hijaz di Masjidil Haram, Makkah.

Pada tahun 1932, setelah menguasai sebagian besar Jazirah Arab dari musuh-musuhnya, Ibnu Saud menamakan tanah gabungan Hijaz dan Nejd sebagai Arab Saudi. Beliau kemudiannya menobatkan dirinya sebagai Raja Arab Saudi (Raja Arab Saudi ke 1) dengan dukungan pihak Britania Raya ( Inggris).

Setelah minyak bumi ditemukan di Arab Saudi pada tahun 1938, Ibnu Saud memberikan izin bagi perusahaan-perusahaan Barat untuk menambang minyak di sana. Sebagian keuntungan hasil penjualan minyak diberikan kepada keluarga Saud. Keuntungan hasil penjualan minyak yang semakin bertambah menyebabkan Ibnu Saud mulai membelanjakan uang itu untuk memperbaiki kehidupan rakyatnya.

Beliau memaksa suku-suku nomadik agar tinggal secara tetap di suatu tempat. Beliau juga memulai usaha untuk memberantas tindakan kriminal terutamanya tindakan kriminal terhadap terhadap para peziarah di Makkah dan Madinah.

Saat Perang Dunia II, Arab Saudi adalah sebuah negara yang netral tetapi lebih memihak kepada pasukan Sekutu (Amerika, Inggris, dll.)

Pada tahun 1948, saat Perang Arab-Israel 1948 meletus, Ibnu Saud mengikuti peperangan tersebut tetapi sumbangan Arab Saudi hanya sedikit.

Raja Ibnu Saud wafat pada 9 November 1953. Jumlah anak Ibnu Saud tidak diketahui secara pasti tetapi diperkirakan berjumlah 80 hingga 100. Salah satu sumber menyebutkan ia mempunyai anak sebanyak 37 anak dari 16 isteri (jumlah isteri 22, namun tidak pernah beristeri dalam waktu bersamaan lebih dari 4)



Raja Abdul Aziz al-Saud waktu muda (atas) dan disaat tahun 1942.

Raja Abdul Aziz al-Saud bersama 21 anak laki-lakinya. Berdiri di sebelah kri Raja adalah Putera Mahkota Pangeran Saud, dan yang berdiri di sebelah Raja adalah Pangeran Fahd.

Pertemuan antara Raja Abdul Aziz al-Saud dari Arab Saudi dengan Raja Faisal dari Irak, di geladak kapal perang Inggris pada tahun 1928.

Raja Abdul Aziz al-Saud saat mengadakan pertemuan dengan Raja Mesir, Farouk (Raja Farouk berkuasa di Mesir mulai tahun 1936 sampai pada tahun 1952 ia digulingkan oleh kudeta militer yang dipimpin Gamal Abdul Nasser)

Raja Abdul Aziz naik kendaraan terbuka dengan Raja Farouk dari Mesir di Jeddah pada tahun 1945.

Pertemuan bersejarah antara Raja Abdul Aziz dengan Presiden AS, Roosevelt, pada tahun 1945.

Raja Abdul Aziz bersama para pejabat perusahaan minyak Aramco ketika mengunjungi fasilitas minyak di Ras Tanurah pada tahun 1948. Raja didampingi oleh beberapa anak laki-lakinya, Pangeran Faisal, Pangeran Muhammad, Pangeran Khalid dan Pangeran Fahd.

Raja Abdul Aziz bersama Putera Mahkota, Pangeran Saud.

2. Raja SAUD bin ABDUL AZIZ bin AL-SAUD

(lahir 1902 – wafat 1969)

(berkuasa 1953 – 1964)

Saud bin Abdul Aziz al-Saud (12 Januari 1902 – 23 Februari 1969) adalah raja Arab Saudi ke 2 yang berkuasa dari tahun 1953 sampai 2 November 1964.

Ia adalah anak sulung Raja Ibu Saud (Abdul Aziz). Ia dilantik menjadi putera mahkota pada 11 Mei 1933 dan diangkat menjadi raja setelah mangkatnya ayahnya pada tahun 1953. Semasa pemerintahannya banyak kantor pemerintahan didirikan, ia juga mendirikan Universitas Raja Saud di Riyadh.

Sepanjang pemerintahannya banyak ketidakpuasan disuarakan oleh anggota keluarganya sendiri. Seperti ayahandanya, ia mempunyai banyak anak lebih kurang 30 orang. Raja Saud memberi anak-anaknya kekuasaan yang tinggi di samping melantik mereka ke posisi-posisi yang penting di dalam kerajaan. Hal ini menyebabkan adik-adiknya terutama adik-adik tirinya merasa tidak puas. Mereka melihat anak-anak Raja Saud tidak mempunyai cukup pengalaman dalam memerintah negara di samping khawatir Raja Saud mungkin melantik anaknya untuk menggantikannya setelah ini. Raja Saud gemar membelanjakan uang negara demi kepentingan pribadi dan keluarganya. Ia juga membuat kekisruhan politik yang antaranya dikaitkan dengan percobaan pembunuhan Gamal Abdel Nasser, Presiden Mesir saat itu. Dia juga diketahui dengan sikapnya yang suka minum arak yang nyata-nyata adalah haram menurut Islam.

Sebuah perebutan kekuasaan oleh keluarganya sendiri terjadi pada tahun 1964 dengan disokong oleh golongan ulama. Muhammmad bin Abdul Aziz adalah pewaris tahta yang paling layak untuk mengantikannya, namun dia enggan menerimanya dan sebaliknya ia menyokong pengangkatan adik tirinya yaitu Faizal bin Abdul Aziz sebagai raja.

Raja Saud kemudian pindah ke Jenewa, Swiss, setelah diusir keluar dari Arab Saudi. Pada tahun 1966, Raja Saud telah dijemput oleh Presiden Gamal Abdel Nasser untuk tinggal di Mesir. Ia meninggal dunia di Athena, Yunani, pada tahun 1969.

-

U1298738INP


Raja Saud menaiki mobil terbuka diapit oleh Perdana menteri India, Jawaharlal Nehru (kanan) dan Presiden India, Rajendra Prasad, ketika raja baru saja datangdi New Delhi, India.

Raja Saud mengadakan pembicaraan dengan Raja Faisal dari Irak (kanan) pada Konprensi Tingkat Tinggi Arab di Beirut, Lebanon, pada tahun 1956

Raja Saud didampingi Raja Hussein dari Jordania, sedang menerima penghormatan dari komandan pasukan kehormatan Jordania, saat Raja Saud tiba di Jordania pada tahun 1957

Raja Saud bertemu dengan Presiden AS, Dwight D. Eisenhower dan wakilnya, Richard Nixon, ketika raja mengunjungi Washington, tahun 1957

Raja Saud sedang menuntun anak laki-lakinya, Pangeran Mashhur, di lorong rumah sakit “Walter Reed Hospital”, Washington DC, tahun 1957.

3. Raja FAISAL bin ABDUL AZIZ AL-SAUD

(lahir 1902 – wafat 1975)

(berkuasa 1964 – 1975)

Faisal bin Abdul Aziz al-Saud (1906 – 25 Maret 1975) adalah Raja Arab Saudi yang ke 3 yang menjabat mulai tahun 1964 hingga tahun 1975.

Raja Faisal lahir di Riyadh dan merupakan anak ke 4 Raja Abdul Aziz. Ketika Arab Saudi belum didirikan, Faisal membantu ayahnya (Abdul Aziz) dengan memerintah sekumpulan laskar yang memenangkan pertempuran di Hijaz. Oleh karena itu, ia kemudian diangkat menjadi Gubernur Hijaz tahun berikutnya. Setelah Arab Saudi didirikan oleh ayahnya, dia diberi jabatan Menteri Luar Negeri Arab Saudi pada tahun 1932.

Setelah resolusi PBB mengenai pemecahan Palestina dan pendirian Israel, Pangeran Faisal (masih belum menjadi raja) mendesak ayahandanya supaya memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat, tetapi desakannya itu ditolak. Selepas skandal keuangan Raja Saud, Pangeran Faisal ditunjuk untuk memegang pemerintah sementara. Pada tanggal 2 November 1964., ia dilantik menjadi raja setelah Raja Saud melarikan diri ke Yunani.

Raja Faisal melakukan banyak reformasi sewaktu menjadi raja, diantaranya adalah memperbolehkan anak-anak perempuan bersekolah, memperbolehkan adanya televisi, dan sebagainya. Usahanya ini mendapat tentangan dari berbagai pihak karena perkara-perkara ini dianggap bertentangan dengan Islam. Ia berasa amat kecewa saat Israel Israel memenangkan Perang Enam Hari pada tahun 1967.

Pada tahun 1973, Raja Faisal memulai suatu program yang bertujuan untuk memajukan kekuatan tentara Arab Saudi. Pada tanggal 17 Oktober 1973, ia tiba-tiba menghentikan ekspor minyak Arab Saudi ke pasaran internasional (embargo minyak) yang menyebabkan harga minyak melambung tinggi.

Pembunuhan Raja Faisal

Pada tanggal 25 Maret 1975, Raja Faisal ditembak mati oleh anak adiknya, yaitu Pangeran Faisal bin Musad. Menurut spekulasi yang merebak, ia ingin membalaskan dendam atas kematian saudaranya akibat perbuatan pasukan keamanan pada tahun 1965. Walaupun sempat dicurigai adanya teori konspirasi, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa Pangeran Faisal bin Musad bertindak sendirian. Pangeran Musad menyamar sebagai seorang delegasi Kuwait yang menunggu untuk bertemu dengan Raja Faisal. Saat Raja Faisal berjalan ke arahnya untuk menyambut, Pangeran Faisal bin Musad mengeluarkan sepucuk pistol dan kemudian menembakkannya ke tubuh Raja Faisal sebanyak tiga kali.

Pangeran Faisal bin Musad lalu ditangkap, tetapi ternyata dinyatakan tidak waras. Ia kemudian didakwa bersalah dan dipancung di depan umum di Riyadh. Adapun kedudukan Raja Faisal digantikan oleh adiknya, Pangeran Khalid.

Pangeran Faisal (anak ke 2 dari Raja Abdul Aziz / Ibnu Saud) di tahun 1942.

Pangeran Faisal (waktu itu belum jadi raja) berjabat tangan dengan Presiden AS, Harry S. Truman, ketika sang Pangeran tiba di San Fransisso, AS, pada tahun 1945.

Pangeran Faisal (paling kanan) sedang duduk bersama dengan pejabat tingggi Tunisia, Habib Bourgiba (no 2 dari kanan), anggota keluarga raja Tunisia, Amin (tengah), dan Wakil Presiden AS, Richard M. Nixon beserta isterinya, pada suatu pertemuan di Tunisia tahun 1957.

Raja Faisal sedang mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Pakistan, Mohammad Ayub Khan, di Rawalpindi, Pakistan, pada tahun 1966

Raja Faisal sedang berbicara dengan Presiden AS, Lyndon Jhonson, ketika raja sedang berkunjung ke Washington DC, AS, tahun 1966.

Raja Faisal sedang mengadakan pembicaraan dengan Presiden Uganda, Jenderal Idi Amin (Idi Amin adalah pemimpin diktator militer di Uganda yang berkuasa dari tahun 1971 sampai ia digulingkan oleh Tentara Nasionalis Uganda yang dibantu Tanzania pada tahun 1979. Idi Amin mengungsi ke Libya kemudian meminta suaka ke Jeddah, Arab Saudi, menetap disana sampai meninggal tahun 2003 dan dikubur di Jeddah).

Raja Faisal bersama beberapa pemimpin Arab lainnya, yaitu Presiden Aljazair, Boumedienne , Presiden Syria, Al-Assad, dan Presiden Mesir, Anwar Sadat, ketika mereka mengadakan pertemuan di Aljazair pada tahun 1973.

Raja Faisal sedang berjabat tangan dengan Presiden AS, Richard M. Nixon, dalam rangka pembicaraan di Riasa Palace, tahun 1974

Raja Faisal sedang ditemui oleh Menteri Luar Negeri AS, Henry Kissinger, pada tahun 1974. Henry berusaha membujuk Raja Faisal agar raja bersedia mencabut embargo minyak Arab Saudi terhadap AS, namun gagal.

U1827435

Raja Faisal berada di Ryadh, menjelang kematiannya. Ia ditembak mati oleh keponakannya (anak dari adiknya) pada tanggal 25 Maret 1975.

4. Raja KHALID bin ABDUL AZIZ AL-SAUD

(lahir 1912 – wafat 1982)

(berkuasa 1975 – 1982)

Khalid bin Abdul Aziz al-Saud (1912 – 13 Juni 1982) adalah raja Arab Saudi ke 4 selepas peristiwa pembunuhan Raja Faisal, berkuasa dari tahun 1975 sampai 1982. Sebelumnya Khalid dilantik menjadi Putera Mahkota pada tahun 1965. Raja Khalid mengangkat Putera Mahkota Fahd sebagai Wakil Perdana Menteri.

Pada tahun 1976, Raja Khalid terpaksa pergi ke Amerika Serikat untuk mendapatkan perawatan atas penyakit jantungnya. Dalam kesempatan itu Raja Khalid mengutarakan kepada Presiden Jimmy Carter, Presiden Amerika Serikat ketika itu, untuk membeli pesawat tempur F16. Pengantaran pertama 16 buah pesawat pejuang F-15 yang dibelinya di bawah perjanjian dengan Presiden Carter tiba pada tahun 1982.

Pada tanggal 20 November 1979 terjadi suatu penyerbuan oleh kaum teroris di dalam negeri Arab Saudi. Sekitar 1.300 – 1.500 teroris di bawah pimpinan Juhayman bin al-Otaibi menyerbu Masjidil Haram di Makkah dan sempat menguasinya selama 2 minggu. Pasukan Khusus Arab Saudi sebelumnya berusaha dengan berbagai cara untuk mendobrak pintu masjid, temasuk menggunakan kendaran tank, namun gagal, karena kokohnya pintu. Akhirnya Menteri Pertahanan Arab Saudi, Pangeran Sultan, meminta bantuan Pasukan Pakistan. Jenderal Zia-ul-Haq kemudian memimpin pasukan Pakistan yang dikirim ke Arab Saudi dibantu ahli militer dari Perancis menyerbu Masjidil Haram. Banyak korban bergelimpangan mati dipihak teroris dan banyak pula yang tertangkap hidup termasuk pemimpin teroris, Juhayman. Sebagian teroris melarikan diri melalui terowongan air yang ada di sekitar masjid. Juhayman tetap bungkam untuk mengungkapkan motif sebenarya menyerbu Masjidil Haram itu. Akhirnya Juhayman bin al-Otaibi bersama 67 pengikutnya dihukum pancung.

Raja Khalid membuat keputusan untuk mengundang masuk buruh asing ke dalam negara dalam rangka membantu pembangunan negara Arab Saudi.

Raja Khalid meninggal dunia pada tahun 1982 akibat serangan jantung. Beliau digantikan oleh Putera Mahkota Fahd.

Pangeran Khalid (kiri) sedang berlibur ke Switzerland bersama Pangeran Fahd (kanan), pada tahun 1958.

Raja Khalid berdiri disamping Presiden AS, Jimmy Carter, saat upacara penyambutan kedatangan Carter pada tahun 1978 ke Riyadh.

5. Raja FAHD bin ABDUL AZIZ AL-SAUD

(lahir 1912 – wafat 1982)

(berkuasa 1982 – 2005)

Fahd bin Abdul Aziz al-Saud (1921 – 1 Agustus 2005) adalah raja Arab Saudi ke 5 sekaligus Perdana menteri Arab Saudi.

Sebelumnya pada tahun 1953, dalam usia 30 tahun, Fahd dilantik sebagai Menteri Pendidikan oleh ayahnya, Raja Abdul Aziz. Kemudian pada tahun 1962 dia menjadi Menteri Dalam Negeri. Lima tahun kemudian, Fahd menjadi Wakil Perdana Menteri Kedua.

Pada 25 Maret 1975 ketika Raja Faisal dibunuh oleh keponakannya dan kemudian Raja Khalid naik takhta, Fahd dipilih menjadi Putra Mahkota dan Wakil Perdana Menteri Pertama. Pada masa-masa akhir pemerintahan Raja Khalid, Fahd dipandang sebagai perdana menteri de facto. Saat Raja Khalid meninggal dunia pada 13 Juni 1982, Fahd diangkat menjadi penerus takhta.

Raja Fahd membangun ekonomi Arab Saudi dan menjalin hubungan yang erat dengan pemerintah Amerika Serikat.

Raja Fahd terkena stroke pada tahun 1995 dan kondisinya melemah. Tugas menjalankan kerajaan pun diberikan kepada Putra Mahkota Abdullah. Raja Fahd wafat pada 1 Agustus 2005

Pangeran Fahd (kanan) bersama Pangeran Khalid (kiri) sedang berlibur di Switzerland pada tahun 1958.

Pangeran Fahd bertemu secara pribadi dengan Presden AS, Ronald Reagen, di Meksiko, tahun 1981.

Pangeran Fahd bertemu dengan Puteri Diana dari Inggris, tahun 1986.

Raja Fahd sedang memperhatikan senjata otomatis yang ditunjukkan oleh Presiden Irak, Saddam Hussein, dalam pertemuan di Baghdad.

Raja Fahd sedang mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Inggris, Margaret Tahtcher, di “10 Down Street”, London.

Raja Fahd diantar oleh Bakr bin Laden (kontraktor ternama di Arab Saudi), saudara kandung Osama bin Laden, berkeliling meninjau masjid Nabawi di Madinah yang sedang direnovasi, tahun 1992.

Raja Fahd bertemu Presiden AS, Bill Clinton, di pangkalan milter Arab Saudi, tahun 1994. Duduk disamping kiri Raja, adalah Pangeran Bandar bin Sultan.

Raja Fahd didampingi oleh Jendral H. Norman Schwarzkopf (AS), sedang memeriksa pasukan AS yang berada di pangkalan udara Arab Saudi, tahun 1994.

Raja Fahd bertemu dengan Presiden AS, George Herbert Walker Bush beserta isterinya Barbara, pada tahun 2000 saat Bush berkunjung ke Arab Saudi. Pangeran Bandar bin Sultan ikut hadir.

Raja Fahd bersama adiknya, Pangeran Abdullah yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri dan Komandan Garda Nasional.

6. Raja ABDULLAH bin ABDUL AZIZ AL-SAUD

(lahir 1924 – …)

(berkuasa 2005 )

Abdullah bin Abdul Aziz al-Saud (lahir 1924) adalah raja Arab Saudi ke 6. Setelah diangkat sebagai Pangeran, Abdullah akhirnya Abdullah diangkat sebagai Raja pada 3 Agustus 2005 sesaat setelah wafatnya Raja Fahd. Sebenarnya ia sudah tampil sebagai penguasa de facto menggantikan peranan sebagai Raja Saudi sejak tahun 1995 ketika Raja Fahd mengalami penurunan kesehatan akibat terserang stroke. Akhirnya, pada tahun 3 Agustus 2005, ia resmi menyandang gelar Raja setelah wafatnya raja Fahd.

Raja Abdullah adalah salah satu dari 37 putra Raja Abdul Aziz bin Abdul Aziz Al-Saud (raja ke 1, pendiri Arab Saudi) yang lahir dari ibunya bernama Fahada binti Asi-al Syuraim (istri ke 8 Abdul Aziz dari keluarga Rasyid).

Ia menerima pendidikan di Sekolah Kerajaan Princes’School yang dikelola oleh pejabat-pejabat dan tokoh-tkoh intelektual keagamaan. Abdullah dibesarkan di bawah pengawasan ketat ayahnya, Raja Abdul Aziz. Raja Abdullah dikenal sangat kuat memegang ajaran agama dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap rakyat dan Tanah Air. Ia mendapat pendidikan dari para ulama senior Arab Saudi di bidang agama, sejarah, politik, dan sosiologi.-

Jabatan yang pernah disandang dan prestasinya

Ketika ia masih sebagai Pangeran, Abdullah pernah menjabat Perdana Menteri dan Komandan Dewan Garda Nasional. Ia juga pimpinan Supreme Economic Council, Wakil Presiden High Council for Petroleum and Minerals, Presiden King Abdulaziz Centre for National Dialogue, Wakil Pimpinan Council of Civil Service, dan anggota Military Service Council.

Pada tahun 1962, ia ditunjuk sebagai komandan satuan elit Pengawal Nasional (Garda Nasional) karena pengalamannya yang luas dalam urusan Badui dan kabilah di padang pasir semenanjung Jazirah Arab. Sebelum menjadi komandan Garda Nasional, ia menjabat Wali Kota Mekkah.

Sejak menjabat komandan dan Pengawal Nasional, sosoknya sudah tak bisa dipisahkan dari kesatuan elite tersebut. Pada anggota Pengawal Nasional berasal khusus dari anak cucu Mujahidin yang pernah berjuang bersama Raja Abdul Aziz dalam menyatukan Jazirah Arab dan kemudian mendirikan negara Arab Saudi.

Pangeran Abdullah berhasil memimpin Pengawal Nasional bukan semata sebagai lembaga militer tetapi juga wadah sosial dan budaya anggotanya. Semenjak ia dipercaya sebagai komandan pengawal nasional telah dilakukan restrukturisasi dan resionalisasi sesuai dengan manajemen militer modern. Sebagai bentuknya, ia mendirikan akademi militer untuk mendidik dan menempa kandidat anggota dan perwira pengawal nasional. Akademi militer tersebut dinamakan Institut Militer Raja Khalid bin Abdul Aziz. Institut ini diresmikan olehnya pada 18 Desember 1982.

Ia menangani sendiri mega-proyek pengembangan Pengawal Nasional. Karena, lembaga itu merupakan titik balik sejarah lembaga satuan elite pengawal nasional. Di antara mega-proyek itu seperti pembentukan divisi gabungan dalam jajaran pengawal nasional yang terdiri dari satuan logistik, intelijen, dan infanteri. Pangeran Abdullah juga mendirikan kompleks militer dan tempat latihan khusus untuk satuan elite pengawal nasional.

Pangeran Abdullah pada 29 Maret 1975 ditunjuk sebagai Deputi Kedua Dewan Kabinet Arab Saudi. Ketika ia ditunjuk oleh Raja Fahd Abdul Aziz sebagai putra mahkota, pada hari itu juga, Pangeran Abdullah dipromosikan sebagai Deputi Utama Dewan Kabinet Arab Saudi.

Sejak 1997, dia telah meluncurkan program privatisasi dengan menghapus daftar larangan berusaha dan membiarkan perusahaan swasta tumbuh secara bebas. Kebijakan luar negerinya lebih pro-Arab daripada Barat. Pada 1980, ia berhasil sebagai mediator perundingan dalam konflik Suriah-Yordania. Ia juga menjadi arsitek Perjanjian Taif 1989 yang mengakhiri perang sipil di Lebanon pada periode 1975-1990. Selain, meningkatkan kembali hubungan bilateral dengan Mesir, Suriah dan Iran.

Pada 2001, Pangeran Abdullah menyelenggarakan seminar tentang sejarah hubungan Arab Saudi dan Pelestina. Seminar itu mendatangkan tokoh-tokoh Arab. Dalam seminar itu dibahas isu dukungan Arab Saudi terhadap perjuangan rakyat Palestina sepanjang sejarahnya dan dalam berbagai aspek. Dari seminar tersebut disimpulkan bahwa Arab Saudi telah memberi dukungan besar perjuangan rakyat Palestina meskipun Arab Saudi tidak termasuk negara Arab garis depan yang berbatasan langsung dengan Israel.

Raja Abdullah beristeri 4 dan dari empat istrinya tersebut lahir 10 putra dan 10 putri. Ia dikenal alim dan sederhana. Ia tidak pernah diterpa masalah korupsi atau pun terlibat gaya hidup para pangeran negeri Arab yang biasanya lekat dengan banyak wanita dan kehidupan gemerlap. (Sumber: Wikipedia)

Pangeran Abdullah (belum menjadi raja) ketika menemui Presiden Bush di Amerika Serikat.

Raja Abdullah bin Abdul Azis menyambut kedatangan Raja Abdullah II dari Jordania, saat kedatangan Raja Jordania tersebut di Riyadh, Arab Saudi.

Raja Abdullah berbincang-bincang dengan Presiden Venezuela, Hugo Chavez, pada pertemuan OPEC (Organisasi Negara Pengexpor Minyak)

Raja Abdullah bersama Ratu Elizabeth II dari Inggris, menaiki kereta kerajaan, ketika Abdullah berkunjung ke London, tahun 2007.

Raja Abdullah bersama Pangeran Charles dari Inggris naik kereta kerajaan, ketika Abdullah berkunjung ke London, tahun 2007.

Raja Abdullah menyambut kedatangan Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, di Riyadh pada tahun 2007.

Raja Abdullah menemui Pope Benedict XVI di Vatikan tahun 2007.

Raja Abdullah berkunjung ke Istana Kerajaan Spanyol, Madrid, pada tahun 2008. Dari kiri ke kanan: Pangeran Felipe, Ratu Sofia, Raja Abdullah, Raja Juan Carlos dan Puteri Letizia.

Raja Abdullah menyambut kedatangan Presiden AS, George W. Bush, di bandara “King Khaled International Airport”, Riyadh, 16 Mei 2008.

Raja Abdullah mengadakan pembicaraan dengan Presiden China, Hu Jintao yang berkunjung ke Riyadh, Arab Saudi, 10 Februari 2009.

ARAB SAUDI, NEGARA KAYA MINYAK YANG LEMAH

Memegang predikat sebagai negara pengekspor minyak paling top sedunia dan menjadi tempat lahirnya Islam ternyata Arab Saudi belum bisa memperkuat posisi dan kekuatan politiknya di kawasan Timur Tengah. Justru kelompok Islam, seperti Hezbollah dan Hamas, yang jauh lebih populer ketimbang pemerintahan negara Arab mana pun.-

Sampai saat ini Arab Saudi belum mampu meraih simpati karena kepemimpinannya dinilai kurang tegas, apalagi ketika menghadapi dunia Arab yang terpecah-pecah. Bahkan, Arab Saudi belum mampu menyaingi pengaruh kuat negara-negara non-Arab, seperti Iran, Turki, ataupun Israel.-

”Tantangan Arab Saudi adalah mengembangkan visi mengisi kekosongan di kawasan itu dan memiliki kebijakan luar negeri yang aktif dan tegas serta memainkan peran lebih besar. Kini kami negara status quo yang bisanya hanya bereaksi meski memang ada upaya-upaya Raja Abdullah mengajak dunia Arab bersatu dan mengupayakan rekonsiliasi,” kata pengamat di Pusat Studi dan Penelitian Islam Raja Faisal, Awadh al-Badi.-

Langkah paling tegas yang pernah dilakukan Arab Saudi, yaitu rencana perdamaian pada tahun 2002 dan (diupayakan kembali) tahun 2007 sampai saat ini masih ditolak Israel dan dipandang sebelah mata oleh AS. Karena dianggap lemah, Qatar, Iran, Suriah, Hezbollah, dan Hamas mendesak pembatalan inisiatif perdamaian Arab tahun 2002. Upaya diplomasi Arab Saudi pun sontak mandek. Pengalaman inilah yang kemudian melukai dan menyakiti hati pihak Arab Saudi.-

Ketika menghadiri pertemuan tingkat tinggi Arab bulan lalu, Raja Abdullah menegaskan, Arab masih menawarkan uluran tangan untuk membantu upaya perdamaian. Namun, tawaran itu tidak akan berlaku selamanya. Dengan pernyataan yang lebih tajam, Pangeran Turki al-Faisal (mantan Kepala Intelijen Arab Saudi dan utusan khusus Arab Saudi di London dan Washington) menyatakan, Israel ”membunuh prospek perdamaian” dengan menyerang Jalur Gaza.

Posisi Arab Saudi digeser-

Karena upaya perdamaian yang tak kunjung berhasil, Raja Abdullah tak mau lagi menjadi mediator perundingan dengan Palestina. Masuklah Mesir, Turki, dan Qatar yang berusaha memperbaiki hubungan antara Hamas dan Fatah. Turki juga menjadi mediator perundingan tak langsung Suriah dan Israel, sementara Qatar menjadi mediator di Lebanon, Yaman, dan Sudan. ”Jika pemerintahan AS yang baru tidak bersikap tegas untuk mengantisipasi penderitaan dan pembunuhan rakyat Palestina, perdamaian dan hubungan antara AS dan Arab Saudi serta stabilitas di kawasan Arab akan terancam,” sebut Pangeran Turki al-Faisal di harian Financial Times.-

Pakar Timur Tengah di American University of Sharjah, Neil Patrick, menyatakan, Arab Saudi tampaknya ingin mengambil peran yang lebih besar dalam rencana perdamaian. Namun, sayangnya, Arab Saudi tetap tidak bersedia berbicara secara langsung dengan Israel. ”Konflik di Gaza jelas mempersulit Arab Saudi untuk mewujudkan perdamaian itu,” ujarnya.-

Patrick menambahkan, tidak ada satu pun negara di kawasan Arab yang mampu menunjukkan kepemimpinan yang tegas dan dihormati. ”Kawasan itu terpecah-pecah. Tidak ada langkah dan strategi yang jelas dalam proses perdamaian Arab-Israel. Tak ada juga solusi yang jelas di Irak. Kawasan makin pecah setelah Arab Saudi kini menilai Irak telah beralih ke orbit Iran,” ujarnya. (REUTERS/AFP/AP/LUK)-

Sumber :
http://internasional.kompas.com/read/xml/2009/02/23/03490547/Saudi..Negara.Kaya.Minyak.yang.Lemah-



http://noveloke.co.cc/cooment.gif
Ditunggu komentar manisnya..!!

Arsip Blog