Jakarta – Tentu kita masih ingat betapa geramnya publik atas rencana pembangunan gedung baru DPR RI yang akan menghabiskan Rp 1,3 triliun. Belum lama berselang pembangunan itu dibatalkan, kini Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ketahuan juga mempunyai rencana yang sama.
Para senator itu akan membangun kantor di 33 provinsi yang rencananya menelan anggaran hingga Rp 823 miliar. Angka ini tentu sangat fantastis karena sebelumnya anggaran pembangunan gedung DPR yang mewah sempat diturunkan dari Rp 1,3 trilun menjadi Rp 777 miliar dan itu pun akhirnya dibatalkan.
Pembangunan gedung DPD akan dimulai tahun 2011 ini. Untuk tahap pertama akan dibangun di 10 provinsi, di antaranya di Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Untuk tahap awal baru 10 provinsi. Kami tidak bisa membangun secara serentak karena melihat ketersediaan dan kelayakan tanah yang akan dibangun,” jelas Sekjen DPD Siti Nurbaya saat berbincang-bincang dengan detikcom.
Menurut Siti, setiap gedung kantor anggota DPD di setiap provinsi masing-masing akan memiliki empat lantai dengan luas bangunan 2.628 meter persegi. Dana pembangunan dianggarkan Rp 3.248.000 per meter persegi. Setiap gedung akan memiliki 3 komponen utama, yakni ruang utama, ruang penunjang kegiatan dan ruang penunjang sekunder.
Untuk ruang utama sengaja didesain untuk bisa menampung 65 orang. Yakni meliputi empat ruang kerja bagi anggota DPD. Setiap anggota DPD memiliki ruang kerja seluas 77 meter persegi.
Gedung itu nantinya akan menjadi tempat bekerja untuk 4 anggota DPD saat ‘pulang kampung’. Tapi selain para senator itu, bangunan itu juga akan diisi 1 orang staf ahli eselon II, lima orang staf eselon III, 10 orang staf eselon IV, dan 30 orang staf tata usaha.Bukan itu saja, di setiap kantor juga dibantu 5 orang pembantu dan pengemudi, 6 orang pegawai kontrak, dan 4 orang satpam.
Gedung DPD di 33 provinsi itu juga nantinya akan dilengkapi sejumlah ruangan. Seperti ruang utama yang luasnya sekitar 662 meter persegi, ruang serbaguna seluas 180 meter persegi, ruang sidang kapasitas 30 orang 90 meter persegi, ruang teleconference 120 meter persegi, ruang rapat 45 meter persegi, dan care service seluas 150 meter persegi.
Untuk fasilitas penunjang, yakni kebutuhan sekunder anggota DPD. Bangunan itu juga akan dilengkapi ruang lobi utama seluas 220 meter persegi, mushola 35 meter persegi, perpustakaan 90 meter persegi, ruang arsip 10 meter persegi, gudang 38 meter persegi, dan teras belakang seluas 13 meter persegi.
Dengan fasilitas-fasilitas itu jangan heran jika anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan gedung DPD di tiap-tiap provinsi menjadi mahal. Diperkirakan tiap-tiap gedung akan menyedot anggaran Rp 25 miliar- Rp 30 miliar.
Terang saja pembangunan dengan uang hampir Rp 1 triliun itu menyulut protes. Gedung DPD yang akan dibangun dinilai sangat mewah. Padahal kegunaannya kurang signifikan untuk kepentingan rakyat. Sementara DPD sebenarnya saat ini sudah memiliki kantor sekretariat di setiap provinsi.
“DPD memang membutuhkan gedung untuk menyerap aspirasi. Tapi jika harganya segitu (Rp 25 miliar-Rp 30 miliar) per gedung, terlalu mahal. Untuk itu perlu adanya evaluasi tentang rencana tersebut,” ujar Wakil Ketua DPR Pramono Anung.
Namun menurut Pramono, yang perlu disoroti dalam rencana pembangunan itu adalah pemerintah. Sebab ‘gawean’ ini domain pemerintah. Jadi yang harus melakukan evaluasi proyek itu adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat. Dua kementerian ini dinilai memiliki kewenangan penuh untuk melakukan evaluasi kembali anggaran pembangunan seperti yang dulu dilakukan terhadap anggaran pembangunan Gedung DPR.
Ketua DPR Marzuki Alie juga mengaku kaget dengan anggaran pembangunan gedung DPD yang nilainya sangat fantastis. Menurut Marzuki, pembangunan gedung DPD di tiap provinsi dengan biaya mencapai Rp 832 miliar sangat boros. Apalagi kewenangan DPD sangat terbatas, sehingga dianggap tidak perlu fasilitas yang wah.
“Fasilitas yang direncanakan belum sebanding dengan kewenangan DPD yang masih terbatas. Harusnya didorong dulu kewenangan ini diluaskan. Kalau kewenangan seperti sekarang, gedung besar di daerah yang menghabiskan dana hampir Rp 1 triliun, sangat tidak realistis,” terang Marzuki.
Menanggapi kritikan yang datang, Ketua DPD Irman Gusman menyatakan proyek pembangunan itu masih dalam tahap perencanaan dan belum sampai pada proses tender. “Belum ada dana yang digelontorkan untuk pembangunan gedung DPD di tiap-tiap provinsi itu. Anggaran itu mengikuti kebutuhan. Belum ada dasarnya. Itu kan baru perkiraan,” kata Irman.
Meski demikian DPD berkeras pembangunan gedung itu tidak bisa ditunda-tunda lagi. Alasannya pembangunan itu sudah diamanatkan UU No 27 Tahun 2009 soal pembanguan gedung DPR/MPR, serta DPD. Ditegaskan penganggaran proyek gedung DPD sudah realistis dan sesuai kebutuhan.
“Dalam pembangunan gedung DPD di masing-masing provinsi berbeda-beda. Tapi rata-rata besar anggaranya hanya Rp 15- Rp 16 miliar. Sementara khusus untuk Jayapura memang dianggarkan lebih besar yakni Rp 41 miliar. Jadi tidak benar jika ada yang bilang biaya per gedung Rp 25-30 miliar, ” jelas Siti.
Menurut Siti, saat ini dana yang sudah dialokasikan untuk pembangunan gedung DPD baru sekitar Rp 300 miliar. Sementara berdasarkan analisis kebutuhan biaya bangunan standar dibutuhkan lebih dari Rp 380 miliar untuk bangunan standar. Sementara bangunan non standar besarnya lebih dari Rp 400 miliar. Bangunan non standar ini meliputi kebutuhan IT, listrik, dan bangunan tahan gempa.
“Tapi intinya kita bisa saja mengurangi biaya tersebut. Tapi hanya sebatas bangunan yang sifatnya sekunder, seperti ruang mushola atau lobi utama,” pungkas Siti.
Sumber : indofiles.org